Berita Nasional Terpercaya

Literasi, Menumbuhkan Minat Menulis

0

Bernas.id – Beberapa tahun belakangan ini, persoalan gerakan literasi sangat akrab di telinga dan mata kita. Mengapa demikian? Banyak anjuran dan himbauan lewat pidato atau tulisan pejabat yang sampai pada kita. Lebih-lebih setelah keluarnya Permendikbud No 23 Tahun 2015 sebagai landasan untuk menggerakkan siswa di sekolah dalam melaksanakan literasi sehingga menjadi Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Literasi di sekolah dimaksudkan sebagai kegiatan membaca dan menulis.

Baca juga: 51 Jenis Font Keren untuk Desain dan Menulis Buku 2021

Gerakan Setengah Hati

Mengapa literasi perlu menjadi sebuah gerakan? Jawabannya tegas, karena minat baca dan menulis orang Indonesia terutama siswa pada semua tingkatan sekolah sangat rendah. Sastrawan Taufiq Ismail menyebut, “Siswa Indonesia rabun membaca lumpuh menulis!” Hal ini dikemukakan pada tahun 2003 lalu. Sampai sekarang (14 tahun kemudian) keadaan tersebut belum beranjak jauh.

Rasa prihatin dikemukakan oleh beberapa kalangan, tidak terkecuali Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) DIY, Budi Wibowo S.H, M.M pada kolom “Seloka” harian Kedaulatan Rakyat, 10 Januari 2016. Aktivitas membaca kurang diminati masyarakat. Salah satunya adalah orang tua yang juga rendah minat bacanya.

Bagaimana sekolah (khususnya SMA) menanggapi dan melaksanakan aktivitas ini?. Setelah dicanangkan, GLS ternyata belum dilaksanakan secara maksimal. Dengan kata lain, gerakan ini menjadi gerakan setengah hati. Ada beberapa faktor yang menghambat berlangsungnya GLS, antara lain siswa tidak memiliki buku, siswa tidak membaca buku selain buku pelajaran, tidak tersediaanya buku yang beragam, jauhnya buku dari tempat berkumpulnya siswa, dan kurangnya keharusan membaca buku tertentu atau menuliskan gagasan terbaiknya.

Baca juga: Bagaimana Cara Membuat Teks Persuasif Sesuai Jenis dan Strukturnya?

Upaya Sekolah

Untuk menghilangkan atau mengurangi hambatan tersebut, pihak sekolah dapat melakukan beberapa hal. Pertama, pihak sekolah memohon orang tua untuk membelikan buku non-pelajaran kepada putra-putrinya. Selama ini orang tua kurang perhatian terhadap kemajuan minat baca anaknya. Sedikit atau jarang orang tua untuk mengajak putra-putrinya ke pameran buku atau ke toko buku. Padahal dari kegiatan tersebut banyak manfaat, setidaknya orang tua dan anak membaca beberapa judul buku baru dari berbagai jenis. Dari sekian banyak judul, pasti ada yang diminati. Dari situlah terjadi keinginan membeli buku.

Kedua, buku yang dibeli tentu harus lebih dari satu judul, beberapa judul buku bisa disumbangkan ke sekolah lewat putra-putrinya agar dibaca oleh dirinya dan teman-temannya secara bergantian dalam satu kelas atau lain kelas.

Ketiga, orang tua membiasakan membaca buku yang dimiliki pada waktu sore atau malam menyertai anaknya belajar. Bila kegiatan ini bisa berlangsung terus dalam waktu lama, tentu rumah menjadi perpustakaan keluarga. Lama-kelamaan menjadi keluarga pencinta membaca buku.

Baca juga: 51 Jenis Font Keren untuk Desain dan Menulis Buku

Keempat, selain menyediakan waktu lima belas menit sebelum pelajaran dimulai untuk membaca (literasi), sekolah juga menyediakan buku dalam jumlah yang besar dan beragam. Sekolah dalam membeli buku perlu mempertimbangkan buku yang diminati siswa (untuk hiburan) dan yang memotivasi kearah masa depan menjadi pemimpin atau pembangun bangsa.

Kelima, pihak sekolah mendekatkan buku-buku pada tempat berkumpulnya siswa seperti di kantin, sudut ruang tertentu, ruang tamu, masjid,dan tempat lain yang nyaman untuk membaca buku. Ruang pun dibuat nyaman, enak, dan tidak membosankan siswa dengan kotak-kotak buku berbagai model.

Keenam, selain hal tersebut masih perlu adanya reward bagi pembaca buku terbanyak. Untuk itu, perlu bukti beberapa buku yang sudah dibaca siswa dengan menyerahkan ringkasan atau sinopsis buku kepada tim GLS agar bisa didata setiap minggu atau setiap bulannya sehingga secara berkala sekolah memberikan reward sebagai penghargaan kesungguhan siswa dan memotivasi siswa lainnya. Terjadilah persaingan sehat untuk memperbanyak membaca buku.

Baca juga: Tinjauan Pustaka: Pengertian, Manfaat, Cara Membuat, dan Contohnya

Dari Membaca ke Menulis

Bila sudah tumbuh kegemaran, kebiasaan, dan kebutuhan membaca, akan tumbuh keinginan dan kebiasaan menulis. Dimulai dari menulis rangkuman atau sinopsis dan dilanjutkan menulis puisi, cerpen, esai, dan artikel. Tulisan tersebut tidak hanya memenuhi tugas mata pelajaran, tetapi juga untuk eksistensi individu dimuat pada majalah dinding, majalah sekolah, atau dikirimkan ke surat kabar atau majalah agar bisa diterbitkan.

Kegiatan menulis inilah yang masih sedikit dan kurang bergairah. Dari kenyataan tersebut timbul pertanyaan,  mengapa siswa miskin tulisan? Jawaban dari pertanyaan itu bisa bermacam-macam antara lain tidak terbiasa menulis, susah mengawali/ memulai sebuah karangan, sedikitnya praktikmenulis dalam pembelajaran, sedikitnya runag kreatif disekolah, dan kebiasaan mendengar lebih dominan dalam pembelajaran.

Dari sekian banyak kendala tersebut yang paling banyak dirasakan oleh siswa adalah sedikitnya praktik menulis dalam pembelajaran. Ini bisa diketahui dari mata pelajaran yang diikuti siswa hanya beberapa saja berkaitan langsung dengan menulis. Menulis yang dimaksud di sini adalah kegiatan menulis ilmiah atau populer. Mata pelajaran yang ada kompetensi dasar menulis karangan adalah bahasa  Indonesia.

Baca juga: 18 Jenis Konjungsi, Pengertian, dan Contoh Kalimat Terlengkap

Materi tentang karangan atau menulis karya ilmiah hanya beberapa jam pelajaran. Pada kesempatan ini guru dituntut aktif mengajar siswa memanfaatkan waktu singkat yang tersedia pada silabus. Guru menggali pengetahuan yang dimiliki oleh siswa tentang pengetahuan dan pengalaman menulis karya ilmiah. Beberapa siswa memiliki pengetahuan  yang memadai tentang karya ilmiah, tetapi banyak juga masih minim pengetahuan dan pengalaman menulis karya ilmiah.

Karya ilmiah berbeda dengan karya atau tulisan yang nonilmiah. Kriteria ilmiah harus dipahami dan digunakan sebagai acuhan dalam tulisan. Kebanyakan siswa kurang menyadari keilmiahan tulisan dituntut secara konsisten. Di sinilah peran guru sangat penting dan sabar dalam membimbing maupun mendampingi siswa berproses untuk menghasilkan karya ilmiah.

Agar bisa menulis, siswa harus berlatih dan mencoba tanpa jemu. Guru melayani siswa dalam pembimbingan melebihi dosen membimbing mahasiswa karna kemampuan dan kemandirian siswa masih rendah. Di sinilah arti pengabdian sangat terasa. Seorang guru, digugu lan ditiru. Apa yang dikemukakan guru diikuti dan apa yang dituliskan ditiru oleh siswa. Guru menjelaskan dan memahamkan konsep sampai pada penulisannya.

Baca juga: Interpretasi : Pengertian , Tujuan, dan Macam-macamnya 

Literasi Model Ki Hajar Dewantara

Konsep 3n dari Bapak Pendidikan Nsional Ki Hajar Dewantara bisa diterapkan dalam penulisan karya ilmiah atau karya popular siswa. Yang pertama, niteni , berarti memperhatikan dan mengkritisi contoh karya tulis yang ada diperpustakaan atau diperlihatkan oleh guru. Model dan cara penulisan karya popular lebih dahulu ditekankan agar siswa tidak mempunyai kesan sulit dalam menulis.

Pada tahapan ini, siswa diminta membaca sebanyak-banyaknya membaca karya, khususnya karya sastra Apa yang akan ditulis, itulah yang banyak dibaca Bila siswa tertarik menulis puisi, berarti siswa harus banyak membaca puisi dari berbagai penyair baik yang sudah punya nama (terkenal) maupun yang belum terkenal. Begitu juga karya lainnya, semakin  intesnsif membaca dan memperhatikan berbagai karya akan semakin banyak pengetahuan yang didapat. Beda pengarang tentu berbeda pula gaya dan cara  mengemas isi.

Baca juga: Mengenal Pengertian dan Ciri-ciri Komik sebagai Karya Sastra

Yang kedua, nirokke , berarti meniru gaya penulisan dari contoh yang dibaca siswa atau meniru apa yang dicontohkan oleh guru. Pada tahap ini sebagai pemula, penulis (calon penulis) boleh meniru, tetapi sebatas keperluannya. Meniru dari berbagai  cara, gaya, cara memulai menulis dan engakhirinya, atau apa saja yang menjadi ciri khas tiap-tiap pengarang. Lama-kelamaan bisa menentukan cara sendiri yang paling mudah dan sesuai untuk dirinya dalam menuangkan ide atau gagasan. Bukan tidak mungkin suatu saat memiliki ciri tersendiri sebagi penulis/pengarang.

Yang ketiga, nambahi,  berarti siswa menambah kelengkapan atau kesempurnaan tulisan karya yang pernah ditulis orang lain. Bahkan diharapkan lebih baik dari pada tulisan atau permasalahan yang pernah dibahas orang lain.

Guru mengarahkan dan membimbing siswa sampai memahami dan menuliskan gagasan. Siswa didorong dan diarahkan mengembangkannya secara luas dengan kreativitasnya. Siswa yang berhasil mengembangkan kreativitasnya diapresiasi dan diminta menularkan kemampuannya kepada teman-temannya yang belum bisa atau kesulitan dalam kreasi.

Dari teori sederhana ini, siswa semangat mencoba menulis puisi dan cerpen meskipun beberapa kali mengalami perbaikan dan makan waktu berhari-hari. Proses inilah yang menyenangkan bagi siswa. (*Penulis: Drs Ahmad Nundhir,Guru SMAN 2 Banguntapan)

Baca juga: Teks Eksplanasi Adalah Kalimat Penjelasan, Benarkah? Ini Pengertian dan Ciri-cirinya!

Leave A Reply

Your email address will not be published.