Berita Nasional Terpercaya

Dissa Syakina Ahdanisa, Pejuang Komunikasi melalui Gerakan Tangan untuk Kaum Deaf

0

Bernas.id – Bangunan tempat makan yang diberi nama Deaf Finger Talk Cafe di daerah Pamulang, Tangerang memberikan konsep pelayanan yang berbeda dari restoran pada umumnya. Para pengunjung diminta untuk berkomunikasi menggunakan jari jemarinya untuk berkomunikasi dengan pramusaji yang mereka merupakan tunarungu. Di balik berdirinya rumah makan ini, terdapat seorang perempuan penuh semangat, Dissa Syakina Ahdanisa.

Beberapa bulan Deaf Finger Talk Café beroperasi, Dissa seperti tak merasakan kelelahan untuk bolak-balik Singapura-Jakarta akhir pekan. Salah satu prestasi terbesar Fingertalk sejauh ini adalah ketika menjadi tuan rumah kunjungan Program Kepemimpinan Pemuda Tunarungu AS-Indo.

Bermula dari usia sekolah dasar, Dissa dikenalkan oleh sang mama dengan kelompok penyandang disabilitas, khusunya tunarungu. Semakin lama melihat dan berkomunikasi dengan kaum deaf, tersentuhlah hati Dissa untuk mengikuti jejak mamanya.

Inspirasi mendirikan kafe tunarungu didapat saat Dissa menjadi relawan di Nikaragua.  Dissa mengunjungi sebuah cafe yang sangat unik bernama ?Café de Las Sonrisas?, yang merupakan kafe pertama di Amerika Latin dengan karyawan tunarungu. Pemilik cafe ini merupakan seorang hearing (sebutan orang normal yang mengerti dan bisa bahasa isyarat). Melihat kedekatan dalam komunikasi antara pemilik dengan pegawainya, hal ini menjadi inspirasi yang kuat untuk mendirikan usaha yang sama.

Minimnya pengalaman bisnis hingga tak memiliki koneksi dengan komunitas deaf menjadi tantangan terbesar bagi Dissa. Ketika itu ia beberapa kali bertemu dengan komunitas deaf kenalan mamanya, tapi sebagian besar dari mereka membedakan pergaulan. Hal ini membuat ia terpuruk, Dissa memutuskan untuk menunda niatan membangun kafe kaum deaf. Selanjutnya ia memilih untuk melanjutkan kuliah di negeri orang.

Sang mama tak pernah berhenti untuk mencari dukungan. Sepulang Dissa dari belajar di Australia, ia dikenalkan oleh teman Mama yang bernama Ibu Pat Sulistyowati, ketua Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia, yang merupakan tunarungu. Ibu Pat merupakan jalan untuk ?menembus? komunitas deaf makin terbuka. Secara perlahan Dissa dibantu oleh Ibu Pat mendekati kaum deaf untuk diajak bekerja. Berbekal pengalaman belajar bahasa isyarat dari Mama dan Ibu Pat, ia mengajak berbicara satu per satu sambil menyampaikan niatnya. Usaha ini membuahkan hasil. Meski saat itu hanya tiga orang yang tergerak untuk bergabung.

Terdapat beberapa kendala yang terjadi pada awal pendirian cafe, seperti suara berisik dari alat masak atau alat makan yang akan disajikan di meja masih sering terjadi. Tak jarang juga terjadi salah persepsi saat berkomunikasi. Mereka cenderung lebih sensitif daripada karyawan yang hearing. Saat tidak nyaman dengan suatu keadaan atau pembicaraan, raut wajah mereka akan berubah dan terlihat jelas. Dissa tak pernah menyerah. Saat bekerja di Singapura, ia tak segan mengambil kursus bahasa isyarat di Associaton for the Deaf.

Mengelola bisnis kafe yang naik-turun, terkadang ramai dan sesekali sepi, ternyata memengaruhi mental karyawan. Ketika kafe sedang ramai, mereka akan sangat senang. Namun, saat kafe sepi, mereka langsung terlihat sedih. Dalam kelihaianya membaca situasi, Dissa mensiasati kondisi ini dengan mendekati mereka.

Leave A Reply

Your email address will not be published.