Berita Nasional Terpercaya

Pilkada Serentak 2018, Ini yang Jadi Kekhawatiran

0

Bernas.id – Pilkada serentak 2018 baru saja dimulai, namun suasana panas sudah mulai terasa. Praktik kampanye hitam sudah menerpa kader PDIP yang membuat Sekjen PDID Hasto Kristiyanto, menangis. Partai Demokrat bahkan perlu menggelar rapat darurat karena merasa kadernya yang akan maju sebagai kandidat kepala daerah  dikriminalisasi.

Tidak hanya kampanye hitam dan ancaman kriminalisasi, Pilkada serentak 2018 juga dibayangi kekhawatiran munculnya kembali politik identitas yang mengusung isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan), serta politik uang.

Salah satu fenomena yang juga menjadi sorotan pada Pilkada serentak kali ini adalah tampilnya pada jenderal polisi. Banyak pihak mengkhawatirkan mereka akan menggunakan pengaruhnya pada pelaksanaan pilkada nanti.

Untuk mengantisipasi kekhawatiran tersebut, Kapolri Tito Karnavian telah memutasi jabatan tiga jenderal polisi yang akan mengikuti Pilkada 2018. Berdasarkan Surat Telegram Nomor ST/16/I/2018 tertanggal 5 Januari 2018, Kapolri Tito Karnavian memutasi 113 personel Polri.

Tiga nama jenderal yang dinonaktifkan itu karena akan ikut pada Pilkada Serentak 2018. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal M. Iqbal membenarkan ada surat telegram itu untuk menindaklanjuti beberapa personel Polri yang ikut dalam kontestasi Pilkada 2018 sehingga dimutasi dari jabatan sebelumnya menjelang proses pengunduran diri.

Ketiga jenderal itu adalah Kepala Polda Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Safaruddin yang dimutasi sebagai perwira tinggi di Badan Intelijen dan Keamanan Polri.  Safaruddin sudah dideklarasikan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai calon gubernur Kalimantan Timur. Kedua, Wakil Kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan Kepolisian Indonesia Inspektur Jenderal Anton Charliyan. Anton dicalonkan PDIP sebagai wakil gubernur bersama TB Hasanuddin di Pilkada Jabar.

Komandan Korps Brigade Mobil Polri Inspektur Jenderal Murad Ismail dimutasi sebagai analis Kebijakan Utama Bidang Brigade Mobil Korps Brigade Mobil Polri. Adapun Murad Ismail juga diusung PDIP sebagai cagub di Pilkada Maluku.

Kegagalan Parpol

Menurut pakar hukum dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) B. Hestu Cipto Handoyo, SH.,M.Hum, perwira aktif TNI-Polri yang dicalonkan menjadi cagub atau cawagub pada hakikatnya disebabkan oleh beberapa faktor.

?Pertama, kegagalan parpol dalam melakukan proses pengkaderan. Hal ini menunjukkan masih banyak parpol yang belum mampu menjadi parpol modern karena hanya disibukkan dengan isu-isu sektarian dan perebutan kekuasaan semata,? terang Hestu saat dihubungi Bernas.id, Selasa (9/1).

Ia menilai pendidikan politik bagi kader parpol sangat rendah. Oleh sebab itu, kalangan militer yang memiliki model pengaderan solid menjadi pilihan parpol untuk disasar dalam perhelatan pilkada. Kedua, dalam konteks militer yang harus netral maka pencalonan periwira aktif secara normatif tidak dibenarkan karena setelah reformasi ada Ketetapan MPR tentang Reposisi TNI/Polri.

?Jika perwira aktif itu mengundurkan diri, maka hal itu tentu saja secara normatif dapat dibenarkan. Mereka ini setelah mundur posisinya civilian alias warga negara biasa yang memiliki hak politik yang sama dengan warga negara yang lain,? kata Hestu.

Sesuai ketentuan, pengunduran diri bagi anggota Polri yang akan maju dalam Pilkada dilakukan ketika sudah ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU. Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2018, tahapan pendaftaran pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dalam Pilkada 2018 pada 8-10 Januari 2018 dan penetapan pasangan calon 12 Februari 2018. 

Daerah rawan konflik

Tiga provinsi dengan jumlah penduduk ?gemuk?, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, termasuk daerah yang mengikuti Pilkada serentak 2018. Wakapolri Jenderal Syafruddin menyampaikan daerah yang dianggap Polri rawan pada Pilkada 2018 adalah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, Papua, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara.

“Kenapa demikian? karena dari aspek pemilih yang begitu besar, terus tentu kontestasi juga (rawan) akan resisten karena perebutan suara. Kan 45 persen penduduk Indonesia ada di Jawa,” ujarnya, Senin (8/1).

“Kemudian Papua. Karena aspek letak geografis dan aspek lain yang bisa terjadi di sana. Sulawesi Selatan karena melihat pasangan yang akan berkontestasi politik. Sumatera Utara juga demikian cukup rawan karena dari aspek kontestasi,” terangnya.

Polri pun menaruh perhatian khusus terhadap ancaman kabar bohong yang beredar di Pilkada serentak 2018. Polri tak hanya menyiapkan pengamanan fisik saja tetapi membentuk tim khusus. Menurut Syafruddin, potensi hoaks di Pilkada bisa sangat mungkin dimunculkan demi menjatuhkan lawan atau kampanye hitam. Bahkan, saat ini isu hoaks mudah dimanfaatkan untuk menggerakkan massa dalam jumlah yang besar.

“Sekarang lagi zaman milenial, zaman now. Jadi itu perlu diperhatikan menjadi fokus kita. Isu-isu hoaks bisa saja menggerakkan massa,” ungkapnya. 

Sementara, Ketua Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Zainudin Amali mensinyalir tiga provinsi di Pulau Jawa, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur rentan akan konflik dalam Pilkada Serentak 2018. Adapun tiga konflik yang rentan terjadi, lanjut Amali, adalah maraknya politik uang, isu SARA, serta penyebaran fitnah atau hoaks di media sosial. Konflik tersebut rentan terjadi di daerah berpenduduk banyak seperti tiga provinsi tersebut.

Dosen di Fakultas Hukum UAJY B. Hestu Cipto Handoyo menyebutkan keberadaan patroli cyber cukup responsif bagi penanggulangan terhadap maraknya ujaran yang kebencian yang bernada SARA.

?Politik aliran dan sektarian memang paling mudah dilakukan oleh tokoh-tokoh politik yang kesulitan dalam merumuskan program dan akhirnya sentimen SARA yang dipergunakan sebagai basis untuk mencari simpatisan dan dukungan,? ungkapnya saat dihubungi Bernas, Selasa (9/1).

Namun, persoalan yang klasik adalah bagaimana penegakan hukum dan proses selanjutnya yg dilakukan oleh patroli cyber itu. ?Masihkah berparadigma hukum tajam ke minoritas dan tumpul di mayoritas? Kalau prinsip equality before the law dan hukum gamang dengan kekuatan massa maka tak ada artinya patroli cyber tersebut,? lanjut Hestu.

Gerak Bawaslu dan KPU

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersama KPU dan Kementerian Komunikasi dan Informatika menggelar pertemuan di Kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (9/1) malam. Pertemuan ini membahas persoalan potensi pelanggaran kampanye hitam melalui media sosial.  Dalam rilisnya, Rabu (10/1), Ketua Bawaslu Abhan menyampaikan intinya kerja sama ini untuk mengantisipasi adanya kampanye hitam di media sosial. Dalam pengawasan kampanye di media sosial akan dilakukan dengan dua metode yakni bisa dari laporan masyarakat maupun dari hasil pengawasan aktif Bawaslu.

“Jadi seandainya dari penilaian bahwa konten ini melanggar, kami akan minta pada Kominfo untuk platform yang bersangkutan untuk di takedown. Dan kalau unsur pidananya ada, kami akan tindaklanjuti lewat proses hukum,” ungkap Abhan sebagaimana dikutip Bernas, Rabu (10/1).

Selain itu, Bawaslu sudah memetakan sejumlah daerah yang rawan konflik pada Pilkada serentak 2018. Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin mengungkapkan politik uang dan penggunaan isu SARA adalah hal yang dikhawatirkan terjadi pada pemilihan-pemilihan mendatang. Konsentrasi Bawaslu adalah bagaimana membendung politik uang dan isu SARA.  

“Orientasi kami (Pengawas Pemilu) tentu ingin melalukan pencegahan lebih maksimal sebelum melakukan penindakan,” ujar Afifuddin sebagaimana dikutip dari laman resmi bawaslu.go.id, Rabu (10/1).

Bawaslu, sambungnya, terus menggencarkan upaya untuk mengingatkan semua orang terkait hal tersebut. Bawaslu menurutnya juga akan segera melaksanakan sebuah gerakan bersama dengan masyarakat sipil dengan fokus terhadap dua isu tersebut. Termasuk, membuat jambore lintas iman yang akan menghadirkan aktor-aktor yang peduli terkait pengawasan.

“Ke depan kita berharap di Pilkada 2018 dan Pemilu 2019, orang akan malu untuk memberikan atau menerima uang untuk memilih serta malu berkampanye menggunakan isu SARA,” ungkap mantan Kordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) itu.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo meminta para kandidat yang bertarung dalam Pilkada serentak 2018 menghindari kampanye hitam. Ditegaskan Presiden, persaingan antarkandidat harus dilakukan secara sehat dan nantinya menciptakan prestasi.

“Antarkandidat jangan sampai saling mencela, jangan saling menjelekkan. Apalagi memakai black campaign, kampanye hitam harus betul-betul kita hilangkan dari proses-proses demokrasi kita,” ungkap pria yang akrab disapa Jokowi dalam siaran persnya, Senin (8/1).

Presiden menegaskan bahwa demokrasi di Indonesia harus mencerminkan karakter-karakter keindonesiaan, yakni penuh kesantunan, tidak saling menjelekkan, dan tidak saling mencela. Jokowi mempersilakan kepada para kandidat untuk bersaing secara sehat agar pilkada berlangsung aman dan damai.

Antisipasi perlu dilakukan karena daya rusak politik uang dan politik identitas yang begitu tinggi. Isu SARA sangat berbahaya kalau dimanfaatkan untuk meluluhlantakkan hubungan baik antarmasyarakat yang selama ini harmonis tanpa masalah.

“Tetangga yang selama ini biasa saja, meskipun berbeda agama, suku, identitas sekarang menjadi masalah dan mengkhawatirkan semua pihak. Ujaran kebencian jika berkaloborasi dengan percepatan media sosial akan sangat membahayakan, belum sempat diklarifikasi sudah terprovokasi,” tegas Afif.

Hal lain yang perlu diingat bersama adalah saat ini organisasi atau lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus atau untuk melakukan kerja-kerja pengawasan pemilu sudah sangat jarang. Sesuai tagline Bawaslu ?Bersama Rakyat Awasi Pemilu?, penyelenggara pemilu tanpa sosial kebersamaan dengan rakyat tidak akan bisa bekerja. Afif menegaskan jika kedaulatan itu berada di tangan rakyat maka kedaulatan untuk memilih dan mengawasi sejatinya berada di tangan rakyat.

Sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI resmi meluncurkan gerakan Pencocokan dan Penelitian (Mencoklit) di Aula Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) pada Jumat (5/1). Peresmian gerakan coklit serentak ini dilaksanakan bersamaan dengan bimbingan teknis Sistem Informasi Data Pemilih (sidalih) Pilkada 2018 yang diikuti oleh pranata komputer dari masing-masing KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang akan melaksanakan pilkada serentak Tahun 2018. 

Tujuannya, agar masyarakat pemilih tergerak, sejak hari pertama dilakukannya coklit dia sudah mulai mengecek, nama sudah masuk belum, sudah benar belum catatan namanya.

Ketua KPU RI Arief Budiman menyampaikan dalam satu bulan kedepan, ketiga lembaga ini bersama beberapa platform media sosial, akan menandatangani kerja sama untuk menciptakan pemilu yang menarik sekaligus melindungi pemilh dari berita palsu dan fitnah.

“Tujuan kami kerjasama untuk memastikan hak pemilih terlindungi untuk mendapatkan informasi yg benar tentang pasangan calon dan proses pemilu. Jadi semua aktivitas informasi akan didukung penyebarannya oleh berbagai macam sarana teknologi informasi sehingga lebih cepat sampai ke masyarakat dan terjaga keakuratannya,” terangnya dalam siaran pers, Rabu (10/1).

Soal Hak Suara

Pesta demokrasi yang menggembirakan adalah keadilan bagi semua warga yang berhak memberikan hak suaranya. Salah satunya adalah masalah e-KTP. Kemendagri telah mengingatkan agar masyarakat yang belum memiliki e-KTP bisa segera mengurusnya dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

Sebenarnya, sudah ada surat undangan memilih ataupun formulir C6 maka tak akan kehilangan hak pilihnya. Apabila seseorang telah memiliki hak pilih, datanya termuat menurut lokasi domisili atau tempat tinggal. Data tersebut tertera di daftar pemilih dan dapat dicocokkan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Kemendagri meminta warga yang belum memiliki E-KTP lekas melakukan perekaman data. E-KTP bisa segera dimiliki warga dan bisa mencoblos pada 27 Juni mendatang. 

Leave A Reply

Your email address will not be published.