Berita Nasional Terpercaya

Perempuan Jawa Zaman Old Sangatlah Amat Perkasa Sekali

0

Bernas.id – Perempuan Jawa di zaman dahulu tidaklah bisa dipandang sebelah mata. Mereka tak kalah dengan kaum pria, kuat, perkasa, dan pandai berperang.

Hal tersebut disampaikan sejarahwan asal Inggris Prof. Peter Carey saat menjadi pembicara dalam diskusi bukunya yang berjudul “Perempuan-perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX”. Diskusi digelar Selasa (17/04) malam di Toko Buku Gerakbudaya Sleman.

Sejarawan yang sudah puluhan tahun meneliti Pangeran Diponegoro itu bersama sejarawan Belanda Vincent Houben, memaparkan kemunculan perempuan-perempuan perkasa di masa itu di dalam buku tersebut.

Menurut Carey, kisah perempuan-perempuan perkasa dalam tradisi lokal Jawa terinspirasi dari tokoh-tokoh pewayangan seperti Drupadi atau Srikandi. Hasilnya, bahkan Belanda pun sangat terkesima melihat keperkasaan para prajurit tempur wanita di Jawa.

“Waktu Daendles datang dan melihat bagaimana kemampuan perempuan berkuda, ia sangat terkesima,” ujarnya.

Carey melihat sosok perempuan Jawa sebelum dan ketika Perang Jawa (1825-1830) sebagai sosok perempuan perkasa yang memiliki peran penting di garda terdepan peperangan, sebagai prajurit.

Profesi prajurit memang lumrah dilakukan oleh laki-laki. Tetapi Carey menemukan fakta bahwa dahulu kerajaan Jawa tengah selatan memiliki prajurit-prajurit perempuan yang tangguh dan disegani.

Carey mecontohkan, Sultan Hamengku Buwono II, memiliki pasukan khusus perempuan yang disebut Langenkusumo. Pasukan yang direkrut dari putri pejabat daerah setingkat kabupaten dan kecamatan itu sering menemani Sultan kala keluar keraton. Mereka melengkapi diri dengan tombak, tameng, busur, panah beracun, dan bedil.

Para prajurit perempuan (yang disebut prajurit estri) bahkan tercatat terjun di gelanggang Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro. Jasad mereka ditemukan di medan pertempuran.

Meski begitu, Carey menemukan sesuatu yang unik. Sebab, pada masa itu laki-laki dan perempuan bisa beralih identitas. Laki-laki bisa saja berpakaian perempuan dan menari Bedoyo Semang, sedangkan perempuan bisa terjun ke gelanggang perang memakai pakaian laki-laki.

“Jadi kultur LGBT waktu itu sangat kental,” jelas Carey.

Salah satu nama perempuan legendaris yang diangkat Carey adalah Nyi Ageng Serang. Perempuan yang menjadi pahlawan nasional itu terkenal karena perannya dalam Perang Jawa. 

“Ada juga Ratu Ageng, panglima perang pada zaman Hamengku Buwono I, yang juga permaisurinya,” ujar Carey.

Setelah Perang Jawa berakhir, menurutnya tatanan dan posisi perempuan berubah 180 derajat. Tipe perempuan perkasa tidak ditemukan lagi, hingga masa revolusi kemerdekaan.

“Perempuan perkasa diganti budaya museum yang ditontonkan di ekspo kolonial, dan istilah orang Jawa sebagai bangsa terlembut di dunia terkuak,” terang dia. (Den)

Leave A Reply

Your email address will not be published.