Berita Nasional Terpercaya

Kekayaan Alam Indonesia: Sebuah Anugerah atau Bencana?

0

Bernas.id – Kekayaan alam, sebuah anugerah atau bencana? Ketika kita mendapatkan amanah sumberdaya alam atau sumberdaya geologi di negeri kita tercinta Indonesia yang sedemikian kaya, pertanyaan besar mendasar yang harus selalu kita ingat dan jawab, apakah ini sebuah anugerah atau bencana, is it a blessing or curse?

Dalam realita yang kita lihat saat ini banyak contoh negara-negara di dunia dengan kekayaan alam yg melimpah, membawa negara-negara ini mencapai kemakmuran dan kemajuan. Namun disisi lain juga banyak kasus sedih, contoh-contoh kekayaaan alam yang justru membawa negara-negara itu dalam kehancuran atau kemunduran. Perang yang tanpa henti, kerusuhan yang berkelanjutan dan distribusi manfaat kekayaan alam terbatas pada segelintir pihak. Lalu bagaimana dengan Indonesia, apakah kekayaan alam ini akan membawa Indonesia kearah kemajuan atau justru sebaliknya, kekayaan alam ini sebagai sebuah anugerah atau justru suatu kutukan.

Seperti telah dicontohkan oleh beberapa bangsa dunia di mana keberadaan/kepemilikan sumber daya alam yang berlimpah berpeluang menjadikan bangsa tersebut mampu bertransformasi dari katakanlah bangsa yang tergantung terhadap hasil produk bahan-bahan mentah dari sumberdaya alam seperti bahan tambang, minyak dan hutan (primary industry-based economy), menjadi bangsa yang mampu mengembangkan industry manufaktur, memproduksi bahan olahan atau produk turunannya menjadi produk industry dengan nilai tambah tinggi (manufacturing-based economy). Bahkan bangsa-bangsa lain terus bertransformasi lebih jauh menjadi bangsa yang roda perekonomiannya bertumpu pada pengelolaan industry jasa (services industry-based economy), utamanya (financial services industry-based economy).

Baca Geologi Angkatan 83 UGM Kritisi Sistem Tender Dunia Pertambangan Negeri yang Takuti Investor

Pada tataran yang lebih strategis, sumberdaya alam harus dapat diperankan sebagai sarana mencapai tujuan pembangunan nasional yaitu menjadi bangsa yang berdaulat dan memiliki kemandirian ekonomi. (lihat konsep Trisakti nya Jokowi/ Bung Karno atau MP3EI nya SBY). Dalam konstelasi bangsa-bangsa internasional, bangsa yang berdaulat dan berkemandirian ekonomi ini dicerminkan sebagai bangsa yang memiliki kedaulatan dan ketahanan sumberdaya alam (energi, mineral, dan sumberdaya alam hayati).

Negara-negara berkapita tinggi seperti Inggris, Kanada, Amerika Serikat bisa menjadi contoh negara-negara yang telah berhasil bertransformasi dari negara dengan ekonomi berbasis primary industry pada awalnya dan jejak-jejak industri ini walaupun kecil atau lemah masih tetap bisa kita lihat, terutama Amerika Serikat dan Kanada. Sedangkan Inggris sekarang telah berkembang jauh menjadi penyedia jasa keuangan dunia (financial services industry-based economy) selain manufacturing. 

Australia menyusul negara-negara ini di mana sedang terjadi transisi transformasi kearah negara dengan pengembangan manufacture industry dan jejak-jejak primary industry masih sangat jelas kita lihat. GDP (gross domestic products) dan revenue Australia dari pertambangan masih sangat besar dan ekonomi Australia masih sangat tergantung pada primary industry utamanya pertambangan. Sedangkan Chile bisa menjadi contoh negara yang baru mulai proses transformasi ini, jejak industri pertambangan masih sangat kuat.

Disisi lain tidak sedikit juga bangsa-bangsa yang karena sumberdaya alam yang melimpah justru membawa mereka ke jurang permasalahan, peperangan, konflik dan sengketa berkepanjangan seperti negara-negara di Afrika, Timur Tengah dan beberapa negara kepulauan di South West Pacific. Sumberdaya alam menjadi sumber peperangan, keributan, perebutan ekonomi bahkan penjarahan, baik secara legal mapun ilegal. Kekayaan alam menjadi sumber permasalahan dan korupsi oleh para pengelola negara dan segelintir pihak. Limpahan kekayaan alam di negara kita tidak terlepas dari kemungkinan atau potensi terseretnya bangsa ini ke dalam masalah yang dicontohkan secara ekstrim di atas jika dalam merumuskan tata kelola dan pengelolaannya dilakukan secara serampangan dan tidak terencana dengan baik.
 
Wajah Lesu Investasi Sumber Daya Alam

Karena kekayaan sumberdaya alam atau sumberdaya geologi, Indonesia bagaikan gadis molek yang sangat menarik para pelamar kaya raya. Namun wajah cantik Indonesia saat ini terlihat suram dan lesu, para pelamar merasa bimbang dan takut untuk mendekat. Investasi pengelolaan sumberdaya alam sangat lesu tak berdaya kalau tidak dikatan terhenti. Sederet tolok ukur bisa kita lihat melemahnya investasi dibidang industry sumberdaya alam, baik minerba, migas dan panas bumi. Jumlah sumberdaya (mineral endowment) dan potensi emas, perak, tembaga, timah, logal dasar, bauksit, dan batubara menempatkan Indonesia berada pada papan atas dunia. 

Demikian pula di sektor migas, Indonesia memiliki 128 cekungan sedimen yang 40 di antaranya mengandung hidrokarbon >10MMboe. Juga potensi panas bumi yang sedemikian melimpah sepanjang pulau Sumatera dari barat ke Jawa, Sulawesi dan menerus kearah timur dengan 331 lokasi geotermal yang memiliki sumberdaya ~30GW. Sejumlah lembaga survey Internasional menempatkan potensi sumberdaya alam Indonesia pada deretan paling atas atau salah satu yang terbaik sebagai tujuan eksplorasi dan investasi. Fraser Insitute Kanada tahun 2017 menempatkan Indonesia paling unggul dalam potensi sumberdaya alam (mineral potential index atau prospectivity index). Artinya secara geologi atau potensi kekayaan alam, Indonesia yang paling potensial, Indonesia paling kaya akan sumber daya alam, Indonesia menjadi tujuan investasi eksplorasi dan pertambangan terbaik, Indonesia menjadi primadona investasi dunia, Indonesia akan memberikan harapan keberhasilan eksplorasi sumber daya alam yang paling tinggi.

Kenyataannya yang kita saksikan saat ini justru sebaliknya. Investasi eksplorasi dan pertambangan minerba, migas dan panas bumi Indonesia saat ini sangat lesu kalau tidak dikatakan berhenti. Sebagai contoh di sektor pertambangan, dalam survey aspek kerangka regulasi (policy potential index), Indonesia menempati posisi papan paling bawah (4th Quartile). Kerangka regulasi justru menghambat investasi yang terjadi selama kurun waktu 10 atau 15 tahun terakhir ini. Para investor mempunyai perspektif negatif terhadap apa yang terjadi kurun waktu ini sejak UU Pertambangan Minerba yang baru keluar. Perspektif negatif menggambarkan apa yang terjadi di industry minerba. Di sektor migas, regulasi baru bermunculan di antaranya perubahan dari system PSC ke system ?gross split? menyebabkan para investor berpaling atau setidaknya menghentikan langkah investasinya.

Demikian juga di sektor panas bumi menyebabkan daya tarik investasi di Indonesia yang turun drastis utamanya selama 10 tahun terakhir ini. Perspektif negatif Internasional telah berlangsung lama tertangkap oleh lembaga-lembaga survey internasional seperti Fraser Institute Kanada. Survey ini secara konsisten menempatkan Indonesia pada golongan kuartil terbawah (4th quartile) untuk indek potensi kebijakan (Policy Potential Index) yang mencakup kerangka regulasi (regulatory framework). Lebih jauh rendahnya Policy Potential Index ini utamanya terkait dengan tumpang tindih aturan (regulatory duplication), pelaksanaan atau administrasi regulasi (administration of regulation) dan sengketa atas hak tanah (disputed land claims). Saat ini permasalahan regulasi dan perijinan yang dirasa sangat menghambat adalah ijin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) yang sangat susah untuk mendapatkannya (bisa lebih dari 3 tahun). Di sektor pertambangan masa eksplorasi 8 tahun yang diberikan oleh Pemerintah untuk perusahaan pemegang IUP bisa habis karena pengurusan IPPKH ini, sehingga kegiatan eksplorasi tidak bisa dilaksanakan dan dana ekplorasi tidak bisa dikeluarkan. Inilah suatu contoh klasik dalam administrasi atau pelaksanaan regulasi yang sarat dengan korupsi dan kolusi.

Realita data menunjukan produksi komoditi-komoditi tambang dan migas yang terus turun, kontribusi GDP (gross domestic products) juga terus menurun, investasi eksplorasi dan eksploitasi juga menurun, penemuan-penemuan baru semakin jarang dan pembukaan proyek-proyek baru tambang yang semakin kecil. Demikian juga yang terjadi di industry migas dan panas bumi. Berhentinya kegiatan-kegiatan eksplorasi dan produksi ini juga mempunya efek domino panjang, berakibat berhentinya investasi, menambahnya pengangguran, menurunnya penerimaan negara dan berhentinya konversi sumberdaya alam menjadi sumberdaya manusia unggul. Investasi di industri pertambangan secara total melalui KK yang berlanjut dengan sistem IUP menurun drastis dari tahun 1999 sebesar US$1,152 juta menjadi US$324 juta pada tahun 2004, kemudian menurun lagi menjadi kurang dari US$30 juta pada 2013. Ini adalah suatu ironi, dengan potensi bahan tambang kelas dunia, investasi cuma kurang dari 1% dari investasi global (US$15 sampai 33 milyar dollar). Demikian juga kalau dibandingkan terhadap produksi di sekitar 4% (116 ton emas tahun 2014) terhadap produksi global emas, 2% (379,000 tone tembaga 2014) terhadap produksi global tembaga. Tren budget eksplorasi global terus naik mencapai puncaknya di tahun 2012 ($33 milyar dollar US) namun kemudian turun tajam sebanyak 69% selama 4 tahun berikutnya menjadi 10.2 milayar dolar Amerika. Gambaran yang berbeda terjadi di Indonesia budget exploration terus mengalami penurunan sejak tahun 1985 sampai dengan 2016. Budget eksplorasi mengalami penurunan dari US$497 juta di tahun 2012 menjadi $113 juta atau turun 77%. Indonesia Cuma mendapatkan 2 % atau $113 juta dollar dari budget global eksplorasi mineral dan batubara dunia di tahun 2015 sebesar $5.2 milyar dollar dan ini terus menurun sampai 1.1%.

Peran Sumber Daya Alam

Peran sumberdaya alam (migas, minerba dan panas bumi) atau industri-industri primer harus diletakan dalam kerangka pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dan sosial. Peran industri migas, minerba dan panas bumi adalah sebagai mesin-mesin pendorong (supporting engines) untuk pembangunan nasional, memberikan tenaga pendorong untuk pembangunan nasional (sustainable development) dalam mencapai tujuan negara yang tertera dalam mukadimah UUD 1945, mensejahterakan seluruh tumpah darah Indonesia. Semua ini bisa diwujudkan kalau dengan mesin-mesin pendorong ini Indonesia bisa berhasil bertansformasi dari negera berkembang menjadi negara maju, suatu proses transformasi negara dari primary industry-based economy menjadi manufacture-based economy bahkan terus berkembang menjadi services industry-based economy utamanya financial services industry-based economy seperti negara negara maju di dunia.

Peran industry primer didalam pembangunan nasional berkelanjutan menitik beratkan pembangunan sumber daya manusia, memastikan berlangsungnya terjadinya konversi sumberdaya alam menjadi sumberdaya manusia. Pengembangan kompetensi dan daya saing sumberdaya manusia agar mempunyai kompetensi unggul, bisa berkompetisi global, agar bisa menciptakan dan memberikan nilai-nilai tambah di dalam berkarya dalam era global ini. Menciptakan manusia-manusia terampil, berkompetensi tinggi dan unggul dibidangnya mampu berkompetisi global, menciptakan lapangan kerja, melakukan kegiatan bernilai tambah tinggi dan mendatangkan pendapatan negara.

Saat ini eksekutif-eksekutif, manager-menager dan professional-profesional di perusahaan internasional di dominasi oleh sumberdaya manusia unggul dari negara-negara maju. Kita ingin melihat sederet jabatan-jabatan managerial perusahaan multi nasional di luar seperti para CEO, para direktur, vice president, general manager, manager, diisi oleh putra-putra terbaik bangsa sebagai hasil pengembangan sumberdaya manusia Indonesia. Kita juga ingin melihat profesi-profesi pertambangan, migas dan ilmu kebumian lainnya bahkan pekerja-pekerja tambang dan migas berkarya di perusahaan multi nasional, menjadi pemain-pemain dan professional global di luar negeri. 

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini kita juga melihat professional-profesional Indonesia hasil pengembangan industri pertambangan dan migas bisa berkiprah dan berkarya di manca negara. Profesional-profesional Indonesia yang ini perlu terus dikembangkan dan menjadi agen perubahan. Hal ini baru mungkin kalau industry pertambangan dan migas dikelola dengan baik, investasi industry minerba dan migas ini berkembang kembali dan konversi sumberdaya alam menjadi sumberdaya manusia unggul Indonesia terjadi.
 
Kebijakan Nasional Sumber Daya Alam

Tata kelola sumberdaya alam merupakan suatu hal yang sangat penting dan strategis di dalam kerangka mendukung pembangunan nasional berkelanjutan. Secara fundamental, kerangka regulasi (regulatory framework) dimulai dengan dokumen kebijakan nasional sumberdaya alam (natural resources policy) yang disusun sesuai amanat UUD 1945 dan Pancasila dalam wadah NKRI. Amanat Undang Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33 ayat (3), semua sumber daya alam harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan mengacu pada Bab I UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada di tangan rakyat, serta konsep yang menyatakan Negara (atau Pemerintah) sebagai pelaksana kedaulatan tersebut, maka hak kepemilikan atas sumberdaya alam dipegang oleh seluruh rakyat Indonesia sementara hak penguasaan dipegang oleh negara. Dokumen kebijakan nasional mineral (mineral policy atau natural resources policy) sebagai dasar awal pijakan pembangunan kerangka regulasi pertambangan, perundang-undangan dan peraturan-peraturan turunannya. Dokumen kebijakan nasional energi juga menjadi dasar awal pijakan pembangunan kerangka regulasi energi dan migas, perundang-undangan dan peraturan-peraturan turunannya.

Dalam menjalankan kewenangan tersebut, Pemerintah dapat mendelegasikan fungsi keputusan, pengelolaan, dan pengawasan kepada badan atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya minerba harus dilaksanakan secara transparan, akuntabel, berkeadilan, dan berkelanjutan. Sumber daya mineral dan batubara diletakan dalam kerangka pembangunan nasional yang berkelanjutan memberikan manfaat ekonomi yang sebesar-besarnya sebagai mesin pendorong transformasi Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju, dari primary industry-based economy menjadi manufacturing industry-based economy dan financial services industry-based economy. Selanjutnya ekonomi nasional tidak tergantung lagi pada eksploitasi sumberdaya alam atau industry primer lainnya, tetapi lebih pada industry maju sarat akan teknologi yang menciptakan nilai tambah yang besar dan juga jasa-jasa terutama jasa keuangan/financial services.

Sebagai kekayaan alam tak terbarukan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam mensejahterakan bangsa, pengelolaannya mutlak harus dikuasai oleh Negara untuk mendukung pembangunan nasional berkelanjutan dan berwasasan lingkungan dan sosial. Karenanya sumberdaya alam yang terdapat di Indonesia bersifat vital dan strategis bagi bangsa Indonesia, sangat penting untuk dikelola dengan optimal dan bijaksana melalui penyusunan kebijakan nasional sumberdaya alam. Pengelolaan yang buruk atau salah kelola terhadap amanah ini akan menyebabkan timbulnya masalah-masalah pelik baik itu lingkungan, perekonomian, sosial dan keamanan. Dalam hal ini kekayaan alam justru bisa menjadi ?bencana? bagi bangsa ini.
Kebijakan nasional mitigasi bencana alam.

Bagaikan sebuah keping uang bermata dua, sumberdaya alam atau sumberdaya geologi disatu sisi mempunyai sisi lain berupa bencana alam atau bencana geologi. Disiplin ilmu geologi berkembang menjadi cabang-cabang ilmu lainnya menyangkut tidak hanya ilmu-ilmu eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam atau sumberdaya geologi (minerba, migas dan panas bumi), namun juga mencakup ilmu geologi lingkungan, pengelolaan air (air tanah dan air permukaan), mitigasi bencana alam, dan juga geologi untuk pekerjaan keteknikan.

Bagaimanakah 260 juta jiwa yang  berada di negeri cincin api dengan 127 gunung api aktif, dan rata-rata terjadi 6000 kali event gempa bumi tektonik tiap tahunnya, dapat hidup selamat dan harmonis dengan alam? Bagaimanakah 260 juta jiwa yang tinggal di 17 ribu pulau ini dapat terselamatkan dari bahaya tsunami? Dan bagaimanakah 260 juta jiwa tersebut dapat selamat dari dampak perubahan iklim global yang mengakibatkan banjir, banjir bandang, tanah bergerak dan longsor? Juga bagaimanakah warga Indonesia tersebut dapat mengelola dan mencukupi kebutuhan airnya di antara 421 Cekungan Air Tanah (CAT) yang ada?

Dengan ilmu geologi para ahli geologi lingkungan dan ahli geohazard berjuang keras untuk melindungi dan menyelamatkan seluruh bangsa Indonesia dari ancaman berbagai bahaya gempa bumi, tsunami, banjir, banjir bandang, tanah bergerak dan longsor. Data menunjukan bahwa tren bencana geologi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir seperti banjir, tanah longsor, gempabumi, tsunami dan letusan gunung api terus meningkat dari tahun ke tahun. Langkah yang paling mendesak dilakukan pada saat ini adalah perlunya mitigasi yang tersistem, baik secara teknologi ataupun sosial.

Secara lebih sistematik, terukur dan berkelanjutan semua rencana ini perlu dituangkan dalam dokumen kebijakan nasional mitigasi bencana alam. Sederet inovasi perlu dilakukan oleh ahli geologi sebagai upaya pengurangan risiko dan mitigasi bencana seperti menganalisis dan memetakan bahaya dan risiko bencana geologi, mengomunikasikan risiko bencana geologi kepada masyarakat dan lembaga-lembaga yang bertanggung jawab dalam manajemen risiko bencana, melakukan edukasi publik agar lebih waspada dalam mencegah ataupun melakukan mitigasi risiko bencana, melakukan berbagai riset untuk mengembangkan prediksi dan inovasi teknologi mitigasi bencana dan melakukan evaluasi pengembangan dan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana. Dengan ilmu geologi, Indonesia saat ini telah berhasil menghasilkan produk rekayasa teknologi yang menjadi rujukan dunia dan ditetapkan sebagai ISO 22327 (community-based landslide early warning system), sebuah standar dunia yang ditetapkan berdasarkan karya ahli geologi dan geoteknik bangsa Indonesia. Inovasi baru dan terobosan perlu terus dilakukan untuk pengurangan risiko multi bencana dengan basis teknologi dan pemberdayaan masyarakat, dengan memakai ilmu geologi yang terintegrasi dengan berbagai disiplin keilmuan lainnya. Semua ini untuk mewujudkan perlindungan terhadap seluruh bangsa dan tumpah darah Indonesia dan umat manusia di bumi ini.

Akhirnya, kami dari tim penulis berharap semoga buku ?Geologi untuk Negeri, Solusi Kebijakan Ekstraksi, Mitigasi, dan Konservasi Sumberdaya Geologi? ini bisa menjadi masukan alternatif buat pemerintahan agar sumberdaya alam bisa dikelola dengan baik untuk mensejahterakan bangsa Indonesia, meletakkan peran eksploitasi sumber daya alam sebagai mesin penggerak pembangunan nasional berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dan sosial, transformasi Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju. Di sisi lain, masukan-masukan dalam mitigasi bencana alam di dalam buku ini dimaksud sebagai ikhtiar untuk terus melindungi dan menyelamatkan seluruh bangsa Indonesia dari ancaman berbagai bahaya gempabumi, tsunami, banjir, banjir bandang, tanah bergerak dan longsor. Buku “Geologi untuk Negeri” sederhana ini murni mutiara-mutiara dari alumni Geologi UGM khususnya Angkatan tahun 1983 yang telah 30 tahun ini berkarya di bidang migas, minerba, panas bumi, energy terbarukan dan geologi lingkungan.(*/Jat)

Leave A Reply

Your email address will not be published.