Berita Nasional Terpercaya

Di Era Orba, Menteri Ini Pernah Bertugas Tanpa Kantor dan Staf

0

SLEMAN, BERNAS.ID- Dalam kuliah umum di UGM, Mantan Menteri Pendayagunaan Era Orde Baru (Orba), Dr Tanri Abeng, MBA yang saat ini sebagai Komisaris Utama PT Pertamina menceritakan ketika dirinya ditunjuk sebagai Menteri Pendayagunaan BUMN saat ekonomi sedang sulit jelang krisis ekonomi 1998.

Ia menceritakan tahun 1997, krisis ekonomi menerpa Thailand dan Korea Selatan. “Kita punya fundamental ekonomi yang kuat, itu bulan Juli, kata pengamat ekonomi Indonesia,” ujarnya dalam sesi kuliah umum yang bertemakan, ?BUMN – Lembaga Pelaku Ekonomi Negara Dan Politik Ekonomi Inklusif Melalui BUMR? di Aula University Club Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin 15 April 2019.

Namun, ia meyakini Indonesia akan mulai memasuki era krisis ekonomi dengan tanda-tanda inflasi yang akan menjadi masalah. “Rupiah melemah, investor lari ke luar negeri, cadangan Dollar mulai menipis,” katanya.

“Kita harus mengatasi krisis itu sendiri atau meminta bantuan lembaga keuangan dunia IMF. Saat itu Soeharto tidak punya pilihan saat itu,” tambahnya.

Tanri mengatakan sumber pertama kelemahan ekonomi Indonesia dipicu oleh liberalisasi perbankan. “Saat itu, Menkeu membuka 250 bank yang baru, tanpa manajemen dan sumber daya manusia atau tenaga-tenaga terampil. Kehancuran bank-bank swasta yang dimiliki konglomerat pada saat itu diakibatkan dari tangan pemerintah itu sendiri karena tidak adanya pengawasan,” tuturnya.

“Ditambah, sumber dananya dari bank-bank pemerintah. Itu membebani negara,” imbuhnya.

Begawan Manajemen ini pun menyebut sumber kedua dari lemahnya ekonomi Indonesia saat itu, ada di pelaku ekonomi. “Dunia usaha terlalu ekspansif dan tidak mengindahkan kaidah-kaidah manajemen. Pinjaman pelaku usaha saat itu dalam mata uang Dollar,” tuturnya.

Sekali lagi, Tanri mengatakan mau tidak mau Soeharto memilih IMF untuk menangani krisis ekonomi. “Dengan IMF di belakang Indonesia, pasar akan sudah mulai tenang, itu namanya market psikologi. Menenangkan dunia karena Indonesia berada di tangan yang tepat,” jelasnya.

“Saat itu Soeharto dalam  konferensi pers mengatakan jangan khawatir dengan utang, kita punya banyak BUMN. Tapi dijelaskan korelasi BUMN dengan utang,” tukasnya.

Sebagai Menteri Pendayagunaan BUMN yang baru dilantik di kabinet, Tanri saat itu diminta Soeharto untuk meningkatkan nilai ratusan BUMN yang sudah merugi. “150 BUMN tidak menguntungkan, tapi ditugasi bagaimana meningkatkan nilai BUMN atau menjadi bernilai lalu Pemerintah berencana akan menjual BUMN itu untuk membayar IMF,” tukasnya.

Saat itu, Tanri segera menarik BUMN dari 17 Kementerian untuk diletakkan di bawah satu national building company lalu mulai dipisahkan per sektornya. “Saat menjadi Menteri Pendayagunaan BUMN saat itu, tidak ada kantor dan staf saat ekonomi hancur, inflasi naik, suku bunga merangkak ke atas. Kondisi serba sulit dan kacau,” tukasnya.

“Kita harus melakukan pendekatan berbenah sambil membangun dan membangun sambil berbenah. Di sisi lain, IMF meminta BUMN diprivatisasi agar bisa menguntungkan,” tambahnya.

Dengan kepemimpinannya, sedikit demi sedikit beberapa BUMN mulai menunjukkan perbaikannya meski tidak semua. Tanri pun mengatakan ekonomi tanpa manajemen tidak akan mencapai puncak yang ingin kita capai.

“Peter Draker, pakar manajemen mengatakan tidak ada negara miskin, yang ada hanya negara yang salah kelola. Tapi menurut saya, selain ekonomi, kepemimpinan atau leadership juga penting untuk menentukan kebijakan. Keduanya harus bersinergi sehingga ada manajemen leadership,” tambahnya.

Ia meyakini kemajuan ekonomi menjadi syarat agar sebuah negara dan bangsa bisa makmur, lalu keadilan menyusul. “Pemimpin politik bisa jatuh karena karena ekonomi, misal Soekarno tahun 1966 dan Soeharto pada tahun 1998,” tandasnya. (jat)

Leave A Reply

Your email address will not be published.