Berita Nasional Terpercaya

Pesan Damai dari UGM kepada Indonesia untuk Persatuan

0

SLEMAN, BERNAS.ID- Para akademisi dan dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) menyerukan pesan perdamaian dan persatuan kepada seluruh elite politik dan rakyat Indonesia di Balairung UGM, Jumat 24 Mei 2019.

Seruan ini dikeluarkan untuk menyikapi ketegangan antarelemen masyarakat yang telah terbangun sejak periode sebelum kampanye pemilu dan suasana pasca aksi demo anarki yang terjadi di Jakarta sejak 21 Mei 2019 lalu.

“Kami para dosen UGM menyerukan kepada para pihak, baik para elite politik dan masyarakat untuk mengedepankan persatuan dan kesatuan Indonesia karena sudah mengganggu kekompakan seluruh anak bangsa Indonesia, bahkan mengarah ke pelanggaran hukum,” kata Rektor UGM Panut Mulyono.

“Kita harus mengembalikan polarisasi-polarisasi ke arah persatuan,” tambahnya.

Dalam pernyataan sikap yang dibacakannya, Rektor Panut mengatakan bahwa terlalu lama bangsa ini terjebak dalam ketegangan yang tidak perlu hanya karena aspirasi dan preferensi politik yang berbeda. Terlalu besar sumber daya yang telah dicurahkan akibat perbedaan aspirasi tersebut.

“Di saat yang bersamaan, negara-negara tetangga kita tetap fokus membangun. Jika ini terus terjadi berlarut-larut, hanya ada satu kepastian, yaitu bangsa ini akan tertinggal dari negara-negara tetangga kita,” kata Rektor.

Selanjutnya, Rektor Panut menyatakan, kami para dosen di UGM, merasa prihatin atas eskalasi kekerasan yang terjadi. “Pesta demokrasi, kegiatan rutin lima tahun sekali, telah usai kita laksanakan. Perbedaan preferensi politik adalah hal yang alami, mengingat perbedaan selalu merupakan rahmat,” ujarnya.

Untuk itu, Rektor Panut mewakili akademisi menegaskan bahwa apapun aspirasi politik kita ketika pemilu, seyogianya tidak mengubah komitmen kita bersama sebagai bagian dari bangsa Indonesia untuk selalu mempertahankan dan memperkuat kesatuan dan persatuan Indonesia. 

Sedangkan, Prof Dr Mohammad Mohtar Masoed, MA selaku dosen FISIPOL UGM mengatakan Indonesia sudah memiliki perbedaan bahkan sebelum merdeka. “Kita ini bhinneka sejak Indonesia berdiri, kita sudah memahami bahwa ada perbedaan,” ujarnya.

Untuk itu, ia menyarankan agar kalau berpolitik, jangan membawa perbedaan. “Perbedaan yang paling mengerikan itu, politik identitas meski kita punya identitas Pancasila, tapi masih belum berhasil,” katanya.

Ia pun menjelaskan mengapa kelihatannya pemilu sekarang terkesan agresif karena ada kecurigaan. ia menyarankan untuk pelajaran ke depan, mobilisasi massa mesti dihilangkan.

Akademisi UGM pun menyarankan agar pihak yang belum dapat menerima hasil keputusan KPU menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan ke MK. (jat)

Leave A Reply

Your email address will not be published.