Berita Nasional Terpercaya

Tagih Tunggakan Iuran, Petugas BPJS Kesehatan Seperti Debt Collector

0

JAKARTA, BERNAS.ID – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melakukan penagihan secara langsung kepada warga yang belum atau tidak membayar iuran BPJS. Coordinator BPJS Indra Munaswar menilai penagihan ini menakut-nakuti dan mengancam masyarakat. Perilaku seperti ini tidak ada bedanya seperti debt collector.

?Justru lebih kepada menakut-nakuti, mengancam masyarakat,? kata Indra dalam diskusi bertajuk ?BPJS Kesehatan, Kezzeel Tapi Butuh? di Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (2/11/2019).

Menurut Indra, meski pihak BPJS Kesehatan telah menjelaskan maksud dari penagihan yang dilakukan oleh kader Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), tapi harus adanya informasi lebih lanjut ke masyarakat terkait kerja para penagih tersebut.

?Walaupun sudah dijelaskan oleh direksi BPJS itu hanya seperti datang mengingatkan, tapi tugas kader JKN hanya memeriksa dengan betul kenapa warga tersebut enggak mampu bayar, bagaimana penghasilannya. Itu tugas kader JKN,? ujarnya.

Tapi yang beredar di masyarakat, jika tidak membayar iuran BPJS Kesehatan maka tidak bisa mengurus KPT, tidak bisa memperpanjang SIM, atau memperpanjang STNK. ?Ini yang harus diluruskan,? tukasnya.

Menurut Indra, kesalahan informasi ini membuat masyarakat menganggap BPJS tidak ada bedanya dengan debt collector.

Sementara anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS Kirniasih Mufidayati menilai maksud penagihan tersebut yaitu ingin mengoptimalkan tagihan-tagihan utang di masyarakat atau piutang BPJS sendiri. Tapi di beberapa laporan dari masyarakat justru ada yang merasa terancam, ketakutan.

?Karena pikiran masyarakat sudah negatif, begitu didatangi kader JKN ya seperti didatangi debt collector,? imbuhnya.

Menurut Mufida, perlu adanya kerjasama dengan RT dan RW di lingkungan setempat sebelum melakukan penagihan. Dia menganggap cara ini akan lebih mudah diterima warga.

?Kalaupun ada yang datang ke rumah warga yang diberitahu dulu ke petugas RT atay RW, kerjasama dengan aparat setempat, ada RT dan RW. Mungkin dengan pendekatan melalui pejabat RT atau RW justru lebih diterima,? pungkas Mufida. (sbh)

Leave A Reply

Your email address will not be published.