Berita Nasional Terpercaya

DPD RI Punya Legitimasi Tinggi dengan Otoritas Rendah

0

SLEMAN, BERNAS.ID- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai lembaga tinggi negara memiliki fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi anggaran. Namun, selama periode masa keanggotaan yang keempat saat ini, ketiga fungsi tersebut dianggap tidak berjalan optimal. Bahkan kewenangan DPD untuk mengusulkan RUU, ikut melakukan pembahasan dan pengesahan tidak serta merta diikutsertakan seperti yang dilakukan oleh DPR dan Presiden.

Anggota DPD RI dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), GKR Hemas mengatakan DPD selama ini sering lebih banyak tidak dilibatkan dalam pengusulan dan pembahasan RUU antara DPR dan pemerintah. Ia menyebut dalam ketentuan perundang-undangnn dan putusan MK No.92/PUU-X/2012, DPD seharusnya dilibatkan dalam pembahasan tripartit bersama DPR dan pemerintah untuk menjalankan fungsi legislasi dari DPD. ?Seringkali tidak dilibatkan dalam pembahasan antara DPR dan Pemerintah,? katanya dalam diskusi “Implementasi Fungsi Legislasi dan Fungsi DPD RI sesuai dengan UU MD3 dan UU P3”, Senin di Fakultas Hukum UGM, Senin 25 November 2019.

GKR Hemas pun mencontohkan dalam UU Ekonomi Kreatif, DPD bahkan tidak dilibatkan sama sekali dari pembahasan hingga pengesahan. ?Dari pembahasan dan pengesahan, tidak dilibatkan,? katanya.

Salah satu cara untuk mengoptimalkan peran DPD, menurut Pakar Hukum UGM, Dr Zainal Arifin Mochtar mengatakan bahwa kewenangan DPD seharusnya setara dengan anggota DPR karena anggota DPD memiliki tingkat legitimasinya cukup tinggi. Ia mengatakan untuk lolos menjadi anggota DPD terpilih saja, jumlah suara yang diperoleh biasanya jauh lebih tinggi dari suara perolehan kursi anggota DPR RI terpilih dari daerah yang sama.

Dr Zainal mengatakan persoalan soal kewenangan DPD tidak akan pernah selesai apabila tidak dituntaskan perubahan dalam UUD. Menurutnya, selama ini lembaga negara ini mengalami penurunan otoritas dalam melakukan fungsi dan tugasnya. ?Terjadi pengerdilan sistematis.Legitimasi tinggi tapi otoritas rendah sekali,? katanya.

“DPD boleh memanggil Pemerintah sebagai pelaksana, tapi hasil pengawasan diberikan ke DPR untuk ditindaklanjuti. Kalau hanya tunduk ke pengawasan, tidak banyak yang bila dilakukan. Seharusnya, bisa ke legislasi karena dampaknya besar,”imbuhnya.

Untuk itu, menurut Dr Zainal, DPD perlu meninjau ulang dari peran dan fungsi legislasinya. Sebelum diubah lewat perubahan UU, lanjutnya, diperlukan perubahan paradigma antara DPD dan DPR RI soal  pembuatan UU lembaga negara tersebut. ?Selama ini perubahan sebuah UU tidak mengubah paradigma dalam proses pembuatan UU,? katanya.

Sementara itu, Pengajar Departemen Hukum Tata Negara FH UGM Andy Omara menuturkan dengan adanya perubahan UU MD3, posisi DPD saat ini tidak ada bedanya dengan alat kelengkapan Dewan dengan keterbatasan fungsi legislasi. Meski fungsi dan kewenangannya tidak maksimal, ia menyebut ada peningkatan kinerja DPD dalam melakukan fungsi legislasi. ?Dalam dua tahun terakhir tercatat ada 12 RUU yang diusulkan oleh DPD, tapi masuk prolegnas, dibahas dan tidaknya ada di tangan DPR,? katanya.

Ia menyarankan, selain melakukan penguatan dan kerja sama yang lebih dari dalam antar anggota, DPD juga diharapkan  mampu memberikan pemahaman luas ke masyarakat untuk memaksimalkan mandat yang diberikan. Selain itu, DPD diharapkan juga aktif merespon beberapa isu daerah yang berkembang. ?Lebih responsif terhadap isu daerah yang berkembang,? katanya.

Diskusi yang dilaksanakan dalam rangka pelaksnaan kunjungan kerja panitia khusus tata tertib DPD RI ini dibuka oleh Dekan Fakultas Hukum UGM Prof Dr Sigit Riyanto dan dihadiri juga oleh anggota DPD RI seperti Darmansyah Husein, Intsiawati Ayus, Abdul Kholik, dan Muhammad Afnan Hadikusumo. (jat)

Leave A Reply

Your email address will not be published.