Berita Nasional Terpercaya

Toto Rahardjo: Salah Besar Jika Pendidikan Selalu Dipersepsikan dengan Sekolah

0

Bernas.id – Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan telah menyusun tiang pendidikan dengan tiga hal yang sangat bernilai luhur.

Ing ngarsa sung tuladha

Ing madya mangun karsa

Tut wuri handayani

Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti:

Di depan memberikan suri teladan

Di tengah membangun semangat, kemauan

Di belakang memberikan dukungan

Inilah nilai luhur sebuah pendidikan yang diharapkan.

Namun saat ini, tidak bisa dipungkiri pendidikan sudah tidak lagi netral, ada kepentingan kekuasaan yang ikut berperan di dalamnya. Demikian yang disampaikan fasilitator pendidikan Toto Rahardjo dalam Seri Webinar 3 Kongres Kebudayaan Desa yang diselenggarakan mulai tanggal 1 – 10 Juli di Desa Panggungharjo, Bantul, Yogyakarta.

Menurut Toto, pengaruh globalisasi sudah sangat luar biasa bagi pendidikan di Indonesia, globalisasi menggiring manusia di dunia untuk menjadi konsumen termasuk konsumen pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Hasil dari pendidikan masih merupakan manusia-manusia follower, manusia-manusia yang sesuai dengan 'cetakan'nya bukan manusia yang berdikari, mandiri, mempunyai jati diri, serta memahami potensi diri. Diri di sini bisa dirinya sendiri, lingkungan, maupun masyarakat sekitar.

“Pendidikan masih dipersepsikan sebagai sekolah. Berbicara tentang pendidikan masih ditekankan pada sekolah. Sementara sekolah identik dengan belajar. Dikatakan belajar jika berhubungan dengan buku. Jika tidak ada buku maka tidak belajar, tidak belajar artinya tidak sekolah. Tidak sekolah sama artinya dengan tidak berpendidikan,” tutur Toto mengungkap ketidaksepakatannya tentang makna pendidikan sesuai anggapan mayoritas masyarakat.

Pendidikan masih ditekankan pada orang-orang yang dianggap expert, para ahli. Dalam masyarakat orang yang expert ini masih terbatas pada guru, dosen, insinyur, sarjana lulusan perguruan tinggi. Petani dianggap bukan orang yang ahli. Padahal dalam keseharian petanilah yang terjun langsung di lapangan, tahu kondisi riil di sawah, lebih berpengalaman. Hanya karena tidak menyandang titel pendidikan maka seorang petani dianggap tidak expert dalam bidang pertanian. Salah kaprah.

Pendidikan di Indonesia perlu berbenah. Pendidikan tidak hanya bisa dilakukan di bangku sekolah. Justru pendidikan karakter sebenarnya dapat terbentuk di ekosistem setempat, di lingkungan pembelajar itu sendiri. Pendidikan berkemerdekaan, pendidikan yang menuntun manusia tahu akan jati diri serta potensi diri bukan lagi menjadi manusia-manusia follower.

Leave A Reply

Your email address will not be published.