Berita Nasional Terpercaya

Tes Wawasan Kebangsaan tak boleh jadi Dalih Singkirkan Pegawai KPK

0

JAKARTA, BERNAS.ID – Amnesty International Indonesia menyoroti adanya sekitar 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos tes wawasan kebangsaan untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid beranggapan bahwa semestinya tes wawasan kebangsaan tak dijadikan screening ideologi bagi calon ASN, khususnya di lembaga anti-rasuah tersebut. 

“Tes Wawasan Kebangsaan ini tidak boleh dijadikan dalih untuk menyingkirkan pegawai-pegawai KPK yang dianggap memiliki pandangan politik berbeda dari pemerintah,” tegas Usman dalam siaran pers, Selasa (4/5/2021).

Menurutnya, adanya tes tersebut menunjukkan  langkah mundur dalam penghormatan HAM di Indonesia. Sekaligus mengingatkan kembali pada represi Orde Baru, yakni saat ada Penelitian Khusus (Litsus) untuk mengucilkan orang-orang yang dianggap terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
 
“Mendiskriminasi pekerja karena pemikiran dan keyakinan agama atau politik pribadinya jelas merupakan pelanggaran atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan,” anggap pria yang juga Ketua Dewan Pengurus Public Virtue Research Institute ini.

Usman menjelaskan, definisi diskriminasi telah dijabarkan dalam Konvensi ILO tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan, yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1999. Dalam hukum nasional, hak atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan juga telah dijamin dalam Konstitusi Indonesia, khususnya Pasal 29 (2) tentang kebebasan beragama dan beribadah dan pasal 28E (2) tentang kebebasan berkeyakinan di mana setiap orang berhak menyatakan pikiran dan sikap mereka sesuai dengan hati nuraninya.

Oleh karena itu, Usman beranggapan bahwa sesuai standar hak asasi manusia international maupun hukum di Indonesia, maka penilaian pekerja seharusnya berdasarkan kinerja dan kompetensinya, bukan ideologisnya. 

Sebelumnya, pada Bulan Maret lalu, para pegawai KPK mengikuti tes wawasan kebangsaan sebagai syarata menjadi ASN sebgaimana diatur dalam Undang-Undang KPK yang direvisi pada tahun 2019 lalu. 

Pada bulan Maret 2021, pegawai KPK mengikuti tes “wawasan kebangsaan” sebagai persyaratan status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), sesuai dengan Undang-Undang KPK yang direvisi pada tahun 2019.  Dalam tes tersebut pertanyaannya banyak mengarah pada kepercayaan agama, dan paham politik pribadi yang tidak ada hubungannya dengan kualifikasi mereka sebagai pegawai KPK. 

“Kami juga menerima informasi bahwa ada sekitar 75 pegawai KPK yang dianggap tidak lulus tes tersebut akan diberhentikan,” sesalnya.

Padahal, pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) menjamin hak atas kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk dipromosikan ke jenjang yang lebih tinggi, tanpa didasari pertimbangan apapun selain senioritas dan kemampuan. Selain itu, hak individu untuk memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinan juga diatur dalam Pasal 18 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Pasal 153 Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pengusaha juga dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja dengan alasan berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.

Sementara itu, Direktur Indonesian Court Monitoring (ICM) Yogyakarta, Tri Wahyu KH juga berpandangan bahwa publik perlu bersikap kritis atas cara-cara Orde Baru Jilid 2 yang secara sistemik ingin melumpuhkan KPK. Mulai dari revisi UU KPK hingga agenda penyingkiran pegawai KPK yang selama ini kinerjanya baik dalam agenda pemberantasan korupsi di KPK, dengan isu ada Taliban di KPK.

“Kami mengajak publik makin kritis pada upaya-upaya pihak oligarki yang ingin merusak independensi KPK,” ucapnya (Tri). 

Leave A Reply

Your email address will not be published.