Berita Nasional Terpercaya

Kisah Hidup Pemilik TX Travel Anton Thedy, Tukang Jalan-jalan Sejak SD

0

BERNAS.ID – Nama TX Travel kembali muncul setelah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mencanangkan program wisata vaksin di Bali.

Paket wisata yang ditawarkan untuk wisatawan domestik itu bekerja sama dengan biro perjalanan wisata TX Travel, yang dimiliki oleh Anton Thedy.  Sosoknya tidak asing di dunia pariwisata. Selama tiga dekade mengelola TX Travel, yang dulunya bernama Jakarta EXpress. 

Sebagai travel grosir pertama di Indonesia dan dikembangkan secara franchise, kini sudah ada 256 cabang TX Travel yang tersebar di 60 kota di Indonesia.

Kepada Bernas.id, Anton memilih franchise sebagai jalan untuk ekspansi bisnisnya tentu bukan tanpa alasan. Ada makna yang mendalam di balik itu.

Baca Juga: Ada Gelombang Kedua Covid-19, Bagaimana Nasib Wisata Vaksin?

“Sesuai impian saya yaitu saya ingin ada travel agent yang bisa ke mana-mana, dan dimiliki oleh putra daerah,” katanya.

Berawal dari Jakarta Fair

Namun, ada kisah menarik dari pria berusia 61 tahun yang ramah dan bersahaja ini. Anton mengaku tertarik dengan dunia wisata sejak duduk di kelas 2 SD. Tak heran jika dia melabelkan diri sebagai Anton Si Tukang Jalan-jalan.

Dia bercerita sebagai anak keturunan Tionghoa, dia dipersiapkan untuk mewarisi usaha orangtuanya yakni toko elektronik. Sedari kecil, dia kerap diajak ke Jakarta untuk mengunjungi toko.

Pria asal Sukabumi, Jawa Barat, ini tentu saja protes kepada orangtuanya. Anton kecil ingin sesuatu yang lebih seru dan menyenangkan ketimbang hanya berkunjung ke toko ketika berada di Ibu Kota.

“Suatu hari, bapak saya bilang, 'Ya sudah sekarang diajak ke Jakarta Fair'. Itulah cikal bakal saya jalan-jalan. Lalu, pulang dari Jakarta Fair itu malam, dulu masih di Monas,” katanya.

Yang namanya anak kecil, setelah diajak jalan-jalan pasti membawa buah tangan cerita kepada teman-teman sekelasnya. Ternyata, Anton menemukan kenyataan bahwa semua temannya tidak ada yang pernah mengunjungi Jakarta Fair. Meski sebagian pernah ke Jakarta, namun mereka tidak pernah mampir ke festival itu.

Kemudian, dia berinisiatif untuk usul kepada guru agar mengadakan rekreasi ke Jakarta Fair. Tak disangka, rencananya berbuah manis. Seluruh murid di kelas pergi ke Jakarta Fair.

“Nah, itulah pertama kali saya mengatur teman-teman untuk  perjalanan dan dari situ saya mendapatkan satu kepuasan,” ujarnya.

Sejak itu, tiap dua bulan sebelum liburan sekolah, teman-temannya meminta Anton untuk mengatur rencana wisata lagi. Pada akhirnya, muncul ide mengumpulkan dana untuk acara jalan-jalan.

Beruntung, Anton punya orangtua yang mendukung hobinya. Ketika masih SD, Anton dan teman-temannya sudah berwisata hingga ke Bali. Ketika SMP, dia telah traveling sampai Medan dan Lombok.

“Saya sempat bercanda, kalau ditanya golongan darah saya itu T. Artinya travel,” kelakarnya.

Cukup adalah cukup

Dari Sukabumi, Anton melangkah ke Jakarta untuk meneruskan sekolah menengah kejuruan. Ketika memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di SMK Pariwisata, dia hanya berpikir tentang jalan-jalan.

Tidak ada dalam benaknya suatu saat akan membuka bisnis di bidang pariwisata. Seiring berjalannya waktu, dia menyadari kalau mau keliling Indonesia dan dunia, juga butuh uang.

Baca Juga: Jurusan Perhotelan dan Pariwisata: Mata Kuliah dan Prospek Kerja

Lantas, dia memilih untuk sekolah pariwisata agar suatu saat bisa bekerja di travel agent. Dari pengalaman itulah, pada akhirnya dia mendirikan biro perjalanan wisata.

“Sekolah pariwisata, tahun 1981 lulus, bekerja selama 10 tahun, lalu setelah 'lulus' kuliah di pekerjaan itu, lalu saya memutuskan untuk buka (usaha),” ujarnya.

Pria berusia 61 tahun itu juga mengungkapkan kebahagiaan ketika dipertemukan dengan pasangan, yang juga sama-sama suka dunia wisata.

Walau sempat minder dan tidak lulus ujian saat sekolah di Jakarta, nyatanya Anton mampu mengasah kemampuan hingga mendapat posisi strategis di beberapa perusahaan.

Selama 10 tahun bekerja, pada akhirnya dia berpikir bahwa cukup adalah cukup. Dari sana kelak lahirlah sebuah perusahaan yang turut membangkitkan gelora kepariwisataan.

“Pada saat saya memutuskan cukup adalah cukup, dan saya ingin punya sendiri, di situ, dilema mulai muncul, di situ saya memikirkan apakah mau sama dengan travel agent yang lain, artinya saya bersaing,” tuturnya.

Selama dua hingga tiga bulan, Anton berkelana untuk menemui teman-temannya yang juga mengelola bisnis wisata. Satu per satu dia mendengarkan setiap kesulitan yang dihadapi rekannya.

Akhirnya tercetuslah perusahaan grosir travel yang melayani bussines-to-bussiness, untuk menyediakan solusi bagi setiap permasalahan travel agent.

Misalnya, ketersediaan buku daftar tiket pesawat. Era 1990-an tentu belum ada digitalisasi yang canggih seperti sekarang ini, maka kehadiran buku semacam itu sangatlah krusial.

Baca Juga: ADWI, Momen Kebangkitan Pariwisata dari Desa di Masa Pandemi

Masalahnya, buku daftar itu diterima oleh travel agent sekitar 2-3 bulan setelah kedaluwarsa karena dikirim dari luar negeri. Ada sekitar 160-170 biro perjalanan yang mengalami problematika serupa.

“Lalu saya mulai bertanya pada agennya di Amerika, mereka menunjuk ke Hong Kong. Saya pergi ke sana mau order, kira-kira ada special deal atau segala macam,” ucapnya.

“Lalu mereka tanya, mau ordernya berapa, saya bilang 250. Mereka kaget, dipikirnya saya toko buku atau apa,” ujarnya.

Ternyata, agen buku daftar harga tiket di Hong Kong itu menyambut Anton dengan ramah, bahkan menunjuknya sebagai distributor di Indonesia.

Kemudian, bisnisnya diawali dengan menyediakan buku jadwal penerbangan dan buku harga tiket pesawat internasional, yang berkembang hingga daftar hotel di luar negeri dan masih banyak lagi.

“Istilahnya saya jadi perwakilan mereka. Ada kapal pesiar, pesawat, hotel, penerbangan, akhirnya mulai berjalan. Dulu namanya belum TX Travel, karena masih B2B, namanya Jakarta EXpress,” katanya.

Berita Kebahagiaan

Jika melihat unggahan fotonya di Instagram @antonthedy, kita akan diperlihatkan wajahnya yang murah senyum dengan latar belakang pemandangan yang indah.

Namun, Anton mengaku jika dulu dirinya tidak pernah sumringah ketika dipotret. Dia berpikir kalau senyum itu aneh sehingga dia memilih pose sebaik mungkin dengan ekspresi tanpa senyum. Hingga akhirnya dia bertemu dengan seseorang yang membuatnya berubah.

“Dia bilang, 'saya melihat foto Pak Anton bagus tapi ada yang kurang, tidak memberikan kebahagiaan kepada orang yang melihat',” tuturnya.

Sejak itu, Anton bertekad untuk menampilkan senyum di wajahnya setiap kali dipotret. Tentu tidak mudah baginya, perlu beberapa kali jepretan untuk memperoleh senyum terbaik.

“Dari foto itu saya belajar, menyampaikan berita kebahagiaan itu lebih penting daripada keindahan saja,” ujarnya.

Usianya yang sudah lebih dari setengah abad, nyatanya tak menghentikannya untuk berbagi kebahagiaan.  Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, Anton memiliki prinsip yang bisa menginspirasi sesama.

Baca Juga: Sandiaga Uno Akan Jadikan Desa Wisata Semangat Kebangkitan Ekonomi Nasional

“Kalau mau kita ingin berbahagia, bikin orang lain berbahagia juga. Kalau kita mau hidup kita lebih senang dan mudah, maka permudah hal-hal yang bisa kita permudah,” kata Anton.

Kini, Anton menghabiskan hari-harinya di Bali. Menjelajahi Pulau Dewata untuk berburu keindahan yang jarang terekspos. Ada juga tugas untuk membawa turis domestik untuk wisata vaksin di Bali. Di tengah gelombang kedua Covid-19 dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat di Jawa dan Bali, tentu akan berat.

Namun, dia berharap para rekan-rekannya tidak menyerah untuk terus berdiri teguh guna menggeliatkan kembali industri pariwisata.

Leave A Reply

Your email address will not be published.