Berita Nasional Terpercaya

Kisah Irma Sustika, Buktikan Perempuan Indonesia Bisa Berdaya secara Ekonomi

0

BERNAS.ID – “Waktu itu saya pikir begini, I’m a single parent, tapi saya punya kemandirian ekonomi. Saya bisa survive membawa anak-anak saya sampai pada titiknya. Bisa dibayangkan apabila itu terjadi kepada banyak perempuan, yang semua bergantung kepada suaminya.”

Itulah awal mula Irma Sustika selalu berharap agar perempuan harus mandiri secara ekonomi. Perempuan ini mendirikan Womanprenuer Community, yang merupakan komunitas untuk membantu perempuan membangun bisnis berkelanjutan.

Sejak kecil, Irma selalu mempunyai mimpi. Dia selalu menghidupkan mimpi-mimpinya, bahkan hingga bekerja sebagai profesional. Satu per satu asanya terwujud dengan jalan yang unik.

Baca Juga: Deasy Andriani, Tinggalkan Karier di Ibu Kota dan Dirikan Olifant School di Jogja

Kini, ia terus menyalakan api semangat untuk mencetak 1 juta perempuan ekonomi, perempuan pengusaha yang bisa memberdayakan perempuan lainnya. 

Perjalanan Irma tentu penuh lika-liku, termasuk ketika ia harus kehilangan putra bungsunya. Namun perlahan, ia bisa bangkit dan meraih sesuatu yang lebih besar.

Tinggal di Lingkungan Pasar

Irma kecil terbiasa melihat orangtuanya yang merupakan pekerja keras. Tingga di lingkungan pasar di wilayah Jakarta, ia menyaksikan hiruk pikuk dunia perdagangan.

Berasal dari Sumatra Barat, keluarga Irma mengelola toko di Ibu Kota. Ibunya memiliki usaha konveksi, yang ketika Irma masih SD, ada sekitar 30 penjahit yang bekerja di sana.

Meski kesehariannya dipenuhi dengan orang-orang yang sibuk dengan bisnis, namun kedua orangtuanya meminta Irma untuk fokus belajar dan sekolah.

“Tapi dulu saya nggak boleh ikut-ikutan. Pesan kedua almarhum kedua orangtua saya ketika itu agar saya belajar saja. Tugas saya hanya belajar,” katanya kepada Bernas.id.

Irma juga memperhatikan sosok ayahnya yang aktif di organisasi, sementara sang ibu adalah sosok perempuan yang gigih baginya. Ibunya bisa melakukan semua keterampilan perempuan, tapi di sisi lain juga hebat di bidang bisnis.

Spirit mereka menurun ke saya. Intinya saya menyerap apa yang dilakukan orangtua saya di organisasi, saya menerapkan ilmu yang saya dapat dari mereka,” ujarnya.

Ketika kuliah, Irma mengambil jurusan Hubungan Internasional, berharap suatu saat bisa keliling dunia secara gratis dengan menjadi diplomat.

Baca Juga: Pakar Neuro Semantics NLP dari METAMIND Bongkar Cara Temukan Kebahagiaan dalam Hidup

Sebelum wisuda, ia berhasil mendapatkan pekerjaan. Walau tidak menjadi diplomat, tapi ia terus menghidupkan mimpinya keliling dunia. Apa yang terjadinya selanjutnya adalah Irma berhasil mewujudkannya.

Sebagai pekerja yang ulet, Irma dipercaya perusahaannya untuk melakukan perjalanan bisnis ke berbagai negara di dunia. 

“Akhirnya saya tidak jadi diplomat, tapi saya capai prestasi as a professional sehingga saya bisa punya kesempatan keliling dunia juga gratis,” tuturnya.

Berawal dari Sharing di Medsos

Bekerja selama 18 tahun, Irma pun memutuskan untuk meninggalkan karier profesionalnya pada 2006. Singkat cerita, ia pun merintis bisnis konsultan. Saat itu, ia masih belum terpikir untuk berbagi inspirasi dan ilmu kepada perempuan lainnya. 

Kemudian, duka menyelimuti dirinya. Irma kehilangan putra bungsunya untuk selamanya pada 2008. Dia mengalami kesedihan yang begitu mendalam sehingga menghentikan segala aktivitas pekerjaan.

“Sampai akhirnya saya bisa bangkit lagi, kembali lagi. Tiba-tiba 2010 saya nggak tahu kenapa tergerak untuk  melakukan sesuatu untuk perempuan,” katanya.

Berawal dari iseng dengan sharing pemikiran melalui tulisan-tulisan di media sosial, yang ketika itu Facebook sangat populer. Sejak kecil, Irma memang suka menulis di blog.

Banyak buah pemikirannya yang menginspirasi perempuan sehingga ketika ada pekerjaan di luar kota, ia kerap melakukan kopi darat dengan perempuan-perempuan lainnya.

“Kebetulan saya kan bisnis consulting, kalau lagi ada proyek keluar kota, sekalian kan kopdar gitu. Jadi berawal dari grup FB yang saya buat, untuk sharing. Awalnya sesimpel itu,” ucap pendiri dan CEO ISF Consulting itu.

Irma begitu miris melihat perempuan yang menerima stigma karena dianggap lemah dan thanya di rumah saja. Dia bertekad untuk membawa perempuan menjadi lebih berdaya dengan memanfaatkan waktu produktifnya.

Baca Juga: Psikolog dan Akademisi Tia Rahmania, Putri Daerah yang Berhasil Raih Cita di Ibu Kota

Dari situ, akhirnya lahirlah Womanpreneur Community pada 2010. Selama tiga tahun pertama, ia masih mencari jati diri komunitas tersebut. Ia berharap komunitas ini tidak sekadar membuat program seminar saja, tapi program pendampingan yang berkelanjutan.

“Akhirnya di tahun 2013 itu kita membuat program pendampingan yang berkelanjutan, bukan sekadar seminar sebentar terus selesai,” katanya.

“Kita harus bisa menciptakan pelaku usaha kecil yang punya kelasnya sendiri,” imbuhnya.

Dimarahi Para Suami

Womanpreneur Community memiliki program pendampingan pengembangan bisnis UMKM yang dikelola perempuan. Tujuannya, agar usaha tersebut berjalan baik melalui bimbingan para ahli dan pengusaha. Menurut Irma, sebagian perempuan memulai usaha karena kepepet. Dengan begitu, bisnis yang dirintis tidak bisa berkembang. 

Sejak 2013, program ini telah melahirkan lebih dari 1.200 brand lokal yang lahir oleh tangan-tangan perempuan. Komunitas ini juga baru saja merilis situs belanja online karyaperempuan.id.

Ada kisah menarik dari berbagai kegiatan yang digelar Womanpreneur Community. Irma mengaku pada awal-awal program pendampingan ini berjalan, ia dimarahi oleh para suami yang istrinya memulai langkah untuk mandiri secara ekonomi.

“Saya banyak dimarahin suami karena ngajakin istrinya supaya mandiri secara ekonomi. Jadi saya suka ketawa saja dulu,” ujarnya mengingat peristiwa itu.

“Tapi belakangan para suami justru yang mendaftarkan istrinya, mereka bilang 'Bu, tolong dong istri saya dibantu.' Lucu sih,” imbuhnya.

Irma menjelaskan perempuan wajib mandiri secara ekonomi. Sedikit kilas balik, ia kembali mengingat perjuangannya sebagai orangtua tunggal yang pada akhirnya mampu menghidupi anak-anaknya.

“Tapi saya bisa survive membawa keluarga saya, anak-anak saya sampai pada titiknya. Bisa dibayangkan apabila itu terjadi kepada banyak perempuan, yang semua bergantung kepada suaminya,” katanya.

“Lalu terjadi risiko, entah itu suaminya sakit, entah itu di-PHK, entah dipanggil ke rumah Tuhan, entah itu dipanggil ke rumah orang lain. That’s a reality kan. Makanya, setiap perempuan harus punya kemandirian secara ekonomi,” jelasnya.

Ada prinsip yang selalu ia tularkan kepada perempuan lainnya, yaitu perempuan adalah sekoci bagi kapal induk keluarga. Sebagai sekoci, tentu selalu dipastikan siap dalam menopang keuangan ekonomi keluarga

Sejuta Perempuan Berdaya

Irma masih mengingat ketika banyak yang menyebutnya “gila” karena komunitas Womanpreneur Community menggelar program inkubasi bisnis untuk para perempuan. Kegiatan semacam itu dianggap sebagai ranah perguruan tinggi dan kementerian. Tapi Irma tidak berhenti dan terus melanjutkan program tersebut.

Baca Juga: Kisah Dian Nursiati, Anak Sopir Angkot yang Berhasil Lulus Kuliah di Luar Negeri

“Saya tahu, terus makanya saya gandeng perguruan tinggi. Dari awal prinsipnya kolaborasi,” katanya.

Sejak 2016, ia telah menuliskan mimpi melahirkan sejuta perempuan berdaya secara ekonomi. Melalui perempuan pengusaha yang telah dibimbing oleh komunitas tersebut, mereka diharapkan bisa memberdayakan perempuan lainya.

Dengan begitu, hasilnya dapat berdampak bagi perempuan lain dan membuat bisnis yang berkesinambungan. Perempuan harus bisa berdaya ekonomi dan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.

“Kalau bangun bisnis ciptakanlah dampak, dampak apa yang ingin kita sampaikan kepada lingkungan kita, sehingga bisnis yang kita bangun punya makna atau arti, bukan sekadar punya uang,” tutur Irma. 

Leave A Reply

Your email address will not be published.