Begini Sikap DPRD DIY Terkait Penutupan Penambangan Pasir Merapi
YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Komisi C DPRD DIY mendukung penuh langkah Pemda DIY yang menutup 14 lokasi penambangan di lereng Merapi di daerah Cangkringan, Sleman Yogyakarta. Sebab, keputusan Gubernur DIY dinilai sesuai dengan temuan panitia khusus (pansus) pengawasan pelaksanaan peraturan daerah (perda) yang dibentuk DPRD DIY.
“Langkah Gubernur DIY ini sejalan dengan rekomendasi DPRD DIY,” kata Ketua Komisi C DPRD DIY, Arif Setiadi, Selasa (14/9/2021).
Arif menjelaskan, pada bulan Maret lalu dewan membentuk Pansus Bahan Acara (BA) Nomor 9 Tahun 2021 yang tugasnya mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda DIY Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Logam, Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Arif Setiadi ditunjuk sebagai ketua pansus. Hasil kerja pansus kemudian dilaporkan di depan rapat paripurna DPRD DIY pada 5 April 2021.
“Kami sangat menyayangkan pelaksanaan perda tersebut belum cukup optimal,” tegasnya.
Terkait adanya temuan pansus, Arif mengatakan ada banyak hal. Antara lain masih ditemuinya penambangan tanpa izin alias (PETI). Penambangan tanpa izin itulah yang disebut Sultan HB X sebagai penambangan ilegal. Ada 14 penambangan dengan lokasi terbagi di dua tempat. Sebanyak delapan penambangan dilakukan di lahan Sultan Ground (SG) dan sisanya memanfaatkan tanah desa.
“Seharusnya penambangan tanpa izin atau PETI ini ditindak dari awal,” ujarnya.
Baca juga: 2 Pesan untuk Penambang Pasir Lereng Merapi dari Sri Sultan HB X
Ia meneruskan, temuan lain berhubungan dengan penyimpangan operasional tambang seperti daya muat yang melebihi kapasitas. Berikutnya, pemanfaatan alat pertambangan yang tidak sesuai dengan rekomendasi teknis atau izin yang diberikan. Juga masih terjadi penyimpangan pelaksanaan kerja sama operasi.
“Reklamasi pasca tambang dan penanganan ekses pertambangan terhadap lingkungan hidup belum optimal,” imbuh Arif.
Di samping itu, pelaksanaan pengembangan pemberdayaan masyarakat menurutnya belum optimal. Dari beberapa temuan itu, pansus mendesak secepatnya ditangani.
“Pemerintah daerah harus lebih sigap bertindak agar tidak berlarut larut,” harapnya.
Ditambahkan Arif, persoalan pertambangan menjadi semakin kompleks dengan terbitnya UU Nomer 3 Tahun 2020. Kewenangan pertambangan ditarik ke pusat. Masa transisi bagi sampai dengan 10 Desember 2020 yang lalu.
Namun sampai dengan batas akhir masa transisi tersebut, peraturan pemerintah (PP) ataupun peraturan presiden (Perpres) belum terbit. Dampaknya tidak ada kejelasan pendelegasian wewenang. Dari pusat kepada gubernur dalam pengelolaan usaha pertambangan.
“Pansus dalam rekomendasinya mendorong Pemprov DIY proaktif. Berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Dengan begitu ada kejelasan penanganan usaha pertambangan. Baik dari sisi perizinan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan maupun evaluasinya,” ungkap Arif Setiadi.
Hal senada disampaikan oleh Gimmy Rusdin Sinaga Wakil Ketua Komisi C DPRD DIY. Setelah menutup penambangan di kawasan Sleman, Gimmy mendesak kepada pemerintah DIY untuk segera menindak penambangan liar di wilayah DIY lainnya seperti di Bantul, Gunungkidul dan Kulonprogo.
“Komisi C DPRD DIY meminta Pemda DIY segera menertibkan penambangan liar lainnya yang ada di DIY. Di Bantul banyak penambangan liar, Kulonprogo dan Gunungkidul. Ini semua harus segera ditertibkan,” tegasnya. (den)