Berita Nasional Terpercaya

Scriptotherapy: The Art of Writing as A Therapy

0

BERNAS.ID – Terapi menulis belum begitu dikenal kalangan medis dan masyarakat awam di Indonesia, padahal terapi ini banyak manfaatnya dan tidak memiliki efek samping.

Ada begitu banyak istilah untuk menyebutkan tentang terapi menulis. Dari penelusuran berbagai referensi, penulis menjumpai istilah sebagai berikut:

1. Seni terapi dengan menulis (the art of writing therapy) 

2. Menulis sebagai terapi (therapeutic writing) 

3. Terapi tulisan atau terapi naskah (scriptotherapy)

Untuk terminologi ketiga, dapat dijumpai dari karya ilmiah Riordan, Richard J. tentang Scriptotherapy: Therapeutic Writing as a Counseling Adjunct yang ditulis pada tahun 1996. Di dalam penulisan berikut, penulis akan menggunakan beragam variasi istilah demi menjaga kemurnian makna dan mengingat belum ada pembakuan istilah untuk terapi menulis.

Berbagai riset tentang manfaat terapi menulis telah dibuktikan oleh para ilmuwan di Amerika Serikat dan Inggris. Bila di Amerika Serikat riset ini marak dilakukan di University of Texas, maka di Inggris the Arts Council of England siap mendanai proyek terapi menulis yang dilakukan oleh Gillie Bolton di King's College, London. 

Hal ini dikarenakan dahulunya di Inggris, fokus tentang therapeutic writing untuk meningkatkan status kesehatan cenderung merupakan laporan atau catatan deskriptif  dan penjelasan psikodinamis yang agak spekulatif.

Baca Juga : Multitasking Undercover 5.0

Smyth JM, dkk (1999) di dalam “Effects of writing about stressful experiences on symptom reduction in patients with asthma or rheumatoid arthritis: a randomized trial” menyebutkan manfaat the power of therapeutic writing, antara lain: membantu meringankan gejala-gejala penyakit asma dan rheumatoid arthritis (radang sendi akibat rematik).

Menurut Baikie KA dan Wilhelm K (2005), manfaat jangka panjang dari menulis dengan metode expressive writing antara lain: 

1. Meningkatkan dan memperbaiki suasana hati (mood) 

2. Fungsi sistem imun (kekebalan tubuh)

3. Fungsi paru-paru (terkhusus pada penderita asma)

4. Kesehatan fisik dan nyeri (terutama pada penderita kanker) 

5. Fungsi hati

6. Menurunkan tekanan darah

7. Mengurangi ketegangan yang berkaitan dengan harus kembali ke dokter

8. Mengurangi jumlah hari dirawat di rumah sakit (terutama pada penderita fibrosis kistik)

9. Meringankan keparahan rheumatoid arthritis (radang sendi karena rematik)

10. Mempercepat penyembuhan paskaoperasi

11. Mengurangi intensitas nyeri pada wanita dengan nyeri pelvis kronis (nyeri panggul yang menahun)

12. Memperbaiki kesehatan psikologis

13. Mengurangi gejala-gejala depresi

14. Mengurangi dampak negatif paska trauma

15. Berpengaruh pada respon imun penderita infeksi HIV serta pada onset waktu tidur pada penderita gangguan tidur.

Adapun manfaat secara sosial dan perilaku dari expressive writing antara lain: 

1. Mengurangi ketidakhadiran di dalam bekerja

2. Mengubah perilaku linguistik dan sosial

3. Menaikkan rerata nilai rapor anak sekolah atau atau IPK mahasiswa

4. Meningkatkan memori/daya ingat yang sedang bekerja

5. Meningkatkan peluang untuk mendapatkan pekerjaan setelah kehilangan pekerjaan

6. Meningkatkan prestasi dan sportivitas di semua bidang kehidupan.

Rekomendasi Gillie Bolton di dalam buku The Therapeutic Potential of Creative Writing, yang diterbitkan oleh Jessica Kingsley Publishers, tentang teknik therapeutic writing cukup unik dan menarik. Begini caranya: 

1. Mulailah dari “sampah pikiran” (mind dump)

2. Menulislah selama enam menit

3. Tuliskan apa saja yang ada di pikiranmu

4. Jangan melakukan editing

5. Jangan khawatir tentang tata bahasa, diksi, dan EYD

6. Jangan berhenti menulis 

7. Fokus pada suatu tema atau pokok bahasan tertentu

8. Pilihlah sesuatu hal yang nyata, bukan yang abstrak. Misalnya: kenangan di masa anak-anak, peristiwa terpenting atau terindah di dalam kehidupanmu, dan lain sebagainya.

9. Deskripsikan secara detail

10. Mengalir sajalah di dalam menulis. 

Cukup mudah, kan? Lain Gillie Bolton lain pula Pennebaker dan Beall. 

Pennebaker dan Beall (1986) merekomendasikan expressive writing. Caranya cukup mudah. Cukup dilakukan 15 menit, namun teratur selama empat hari berturut-turut. Tulislah pemikiran dan perasaan terdalammu tentang pengalaman yang paling traumatis di sepanjang kehidupanmu, atau bisa juga perasaan, permasalahan, emosimu yang terpenting yang telah mengubah dirimu dan hidupmu. Biarkanlah dirimu menjelajahi emosi dan pikiranmu yang terdalam melalui tulisan. 

Boleh saja topikmu itu bercerita tentang hubunganmu dengan orang tua, kekasih, sahabat; boleh terjadi di masa lalu, masa kini, atau impianmu di masa depan; boleh pula tentang siapa dirimu di masa mendatang, siapa dirimu di masa lalu, atau dirimu apa adanya saat ini. 

Kamu boleh menuliskan berbagai permasalahan umum atau berbagai pengalamanmu; boleh sama, boleh berbeda; selama  empat hari menulis. 

Terapi dengan teknik expressive writing ini terbukti bermanfaat secara signifikan empat bulan kemudian.  

Berbicara tentang menulis tentunya tak dapat dipisahkan dengan kata-kata. Kata-kata ternyata terbukti secara ilmiah memiliki kekuatan. 

James W. Pennebaker, Ph.D. merupakan seorang pioneer riset tentang kekuatan kata-kata. Kekuatan kata-kata merupakan strategi membantu diri sendiri untuk melakukan penyesuaian dengan stres (a self help strategy for coping with stress). 

Ia berhasil membuktikan bahwa orang-orang yang menulis tentang peristiwa-peristiwa yang berarti atau traumatis dapat meningkatkan kesehatan, fungsi organ, kekebalan tubuh, aktivitas hormonal, memerbaiki penyakit, dan meredakan stres mereka. 

Adapun mereka yang hobinya menulis tentang topik-topik emosional tak hanya memerbaiki kesehatan namun juga mengubah interaksi di antara orang-orang saat berbicara tentang situasi. 

Hasil riset James W. Pennebaker juga menunjukkan bahwa kata-kata yang amat dahsyat untuk memerbaiki kesehatan adalah penggunaan cognitive words (seperti menyadari, mencapai, memahami, memikirkan, merenungkan, dan lain sebagainya), causal words (misalnya: karena, dengan alasan), dan insight words (contohnya: mengetahui, paham akan, tahu tentang). 

Intinya adalah bahwa kekuatan kata membuat jiwa berdaya, hari-hari berwarna, sehingga hidup terasa lebih bermakna.

Nah, bagaimana sekarang? Sudah siapkah Anda menerima keajaiban dari terapi menulis? Sahabatku, menulislah lalu perhatikanlah keajaiban yang terjadi.

 

(dr. Dito Anurogo, MSc, CEO/Founder School of Life Institute, Ketua Departemen Akademis dan Profesi FORMMIT, PhD student di IPCTRM College of Medicine Taipei Medical University (TMU) Taipei Taiwan, dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Makassar Indonesia, penulis puluhan buku dan trainer bersertifikasi BNSP)

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.