Berita Nasional Terpercaya

Pahami Perbedaan Jumlah Kata dan Komunikasi Pria dan Wanita agar Rumah Tangga Harmonis!

0

Bernas.id – Selama ini, sering kita menganggap bahwa wanita memiliki sifat alami sebagai pribadi yang cerewet. Sementara pria kebalikannya, cenderung pendiam dan tak ingin banyak berkomentar. Paradigma ini hadir bukannya tanpa alasan. Pada tahun 2006, seorang penulis bernama Louann Brizendine mempopulerkan hal tersebut lewat bukunya yang berjudul ?The Female Brain?. Ia mengungkapkan bahwa wanita perlu mengeluarkan rata-rata 20.000 kata per harinya. Sedangkan pria jauh lebih sedikit, yaitu sekitar 7.000 kata setiap hari.

Pernyataan di atas didukung oleh sebuah studi yang dipublikasikan oleh Journal of Neuroscience. Di sana disebutkan adanya aspek biologis yang mempengaruhi perbedaan jumlah kata-kata antara pria dan wanita. Sang peneliti yang bernama Margaret McCarthy mengungkapkan bahwa pada otak wanita, ditemukan kadar FOXP2 lebih tinggi dibandingkan otak pria. FOXP2 ini seringkali disebut ?protein bahasa?. Para ilmuwan pertama kali menemukan bukti keterkaitan antara protein FOXP2 ini terhadap produksi bahasa pada tahun 2001.

Di sisi lain, ternyata ada pula ilmuwan yang menyanggah hal tersebut. Sebuah penelitian dari Dr. Matthias Mehl menunjukkan bahwa persepsi terhadap pengaruh perbedaan jenis kelamin terhadap jumlah kata-kata yang diucapkan masing-masingnya tidak dapat dibuktikan secara empiris. Untuk memperkuat pernyataannya, Dr. Mehl melakukan uji menggunakan electronically activated recorder (EAR). Alat EAR ini merupakan sebuah perekam suara digital yang dapat merekam setiap 30 detik sampai 12,5 menit, dengan sampel sebanyak 210 orang wanita dan 186 orang pria.

Dari uji tersebut, diperoleh hasil rata-rata wanita mengucapkan 16.215 kata dan pria sejumlah 15.669 kata per harinya. Dengan demikian, Dr. Mehl menarik kesimpulan tidak ada perbedaan yang signifikan antara keduanya.

Berbekal pemaparan di atas, kita dapat melihat bahwa baik wanita maupun pria memiliki hak dan kebutuhan yang setara untuk berbicara, mengeluarkan kata-kata, maupun berpendapat. Termasuk di kehidupan sehari-hari, terutama dalam hubungan antara pria dan wanita yang intens yakni rumah tangga.

Komunikasi merupakan salah satu aspek terpenting demi menjaga keharmonisan pasangan yang berumah tangga. Pola pikir lama yang meyakini bahwa istri perlu berbicara lebih banyak daripada suami seringkali menimbulkan kesalahpahaman. Seorang istri bisa saja terus berbicara dan ingin didengar oleh sang suami, tanpa memberi kesempatan pasangannya untuk mengutarakan apa yang sebenarnya dirasakan. Sebaliknya, suami pun terkesan lebih pendiam padahal bisa saja sebenarnya malas untuk menanggapi demi menghindari perdebatan.

Padahal, menurut Kerry Patterson, seorang penulis terlaris New York Times, ?pasangan yang berdebat secara efektif pada umumnya 10 kali lebih bahagia daripada mereka yang menyembunyikan masalah-masalah mereka?. Dalam penelitiannya, Patterson menemukan bahwa empat dari lima orang percaya bahwa komunikasi yang buruk berperan penting dalam berakhirnya hubungan. Ketika pasangan memilih memendam masalah-masalah sensitif dengan harapan menghindari perdebatan, hal ini dapat membangun kebencian dalam hubungan.

Senada dengan Patterson, terapis Nancy B. Irwin mengatakan bahwa konflik muncul akibat dari komunikasi yang tidak tersalurkan, harapan yang tidak terpenuhi atau niat yang terhalangi. Irwin menambahkan bahwa cara terbaik menyelesaikan konflik, dan/atau menghindari kesalahpahaman adalah bersikap tegas dan sejelas mungkin dalam berkomunikasi.

Mengenai kejelasan dalam komunikasi, salah satu poin yang ditekankan oleh Virginia Satir, seorang pakar family therapy ialah pasangan suami istri seringkali gagal mengomunikasikan apa yang sejujurnya dirasakan di lubuk hati terdalam. Masing-masing dari mereka beranggapan baik suami maupun istri harus dapat membaca pikiran pasangannya.

Contoh kasus yang paling sering dialami suami adalah ketika istri berkata ?terserah? sebagai jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan. Begitu kata itu keluar dari mulut istri, biasanya suami langsung kebingungan memahami maksud apa sebenarnya yang ingin disampaikan. Karena merasa telah terikat hubungan pernikahan, istri seringkali meminta suami lantas mengerti segala kemauan istri yang tak terkatakan dengan gamblang.

Di lain pihak, suami yang bermaksud baik dan tak ingin memancing konflik, lebih memilih diam seribu bahasa ketika istri salah berbuat atau keliru mengerjakan apa yang dimintanya. Hal ini, jika semakin lama dipendam tentu akan semakin membuat suami kesal. Bukan tak mungkin, suatu hari emosinya memuncak dan timbul pertengkaran gara-gara pemicu yang sepele.

Seharusnya, dengan kondisi yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pria dan wanita mampu mengucapkan sekian ribu kata per harinya, dapat terjalin komunikasi yang lebih jelas dan lancar.

Pada akhirnya, baik wanita maupun pria, keduanya memiliki kebutuhan yang sama untuk berbicara dan didengarkan. Bagaimana pun, pernikahan merupakan sebuah wadah pembelajaran, sehingga masih ada ruang dan waktu bagi suami dan istri untuk terus memperbaiki gaya komunikasi demi keutuhan rumah tangga yang telah dibangun.

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.