Berita Nasional Terpercaya

Impor Beras Belum Mulai, Harga Gabah Sudah Anjlok

0

YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Rencana pemerintah untuk melakukan impor beras menjadi kekhawatiran tersendiri untuk petani. Rencana itu membuat mereka tak hanya harus memikirkan masalah pupuk, tetapi juga menghawatirkan anjloknya harga gabah.

Agus (44 tahun), Seorang petani di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, mengatakan sejak beberapa waktu belakangan tidak lagi ada pedagang beras keliling yang datang untuk membeli beras dari petani, khususnya dirinya.

Menurutnya, biasanya para pedagang beras eceran keliling membeli dari para petani. Dia menduga para penju beras keliling tersebut tidak muncul karena dia tidak bisa menjual kembali akibat berkurangnya pembeli.

“Lha mungkin deweke yo ra iso ngedol meneh to (mungkin dia tidak bisa menju kembali),” kata Agus, Kamis, 18 Maret 2021.

Kemungkinan, kata dia, pembeli berkurang karena dampak Covid-19. Selain itu, bantuan sembako yang diterima oleh masyarakat juga menjadi penyebab berkurangnya pembeli beras.

Saat ini, lanjut Agus, harga beras dan gabah menurun jika dibandingkan dengan beberapa pekan lalu. Dia juga khawatir jika rencana impor benar-benar dilaksanakan, harga gabah akan semakin menurun.

Dia berharap agar pemerintah memprioritaskan penyerapan beras dari petani lokal. Terlebih saat ini sedang musim panen, dan stok beras petani cukup melimpah.

“Sebenarnya daripada impor kan bisa membeli beras dari petani. Ya petani jelas gundah (dengan rencana itu),” lanjut Agus.

Dia berharap agar pemerintah mempertimbangkan kembali rencana impor tersebut. Terlebih harga gabah saat ini memang sedang murah karena persediaan cukup banyak.

“Gek pupuk non subsidi mahal (apalagi pupuk nonsubsidi mahal),” kata dia.

Saat ditanya tentang prosedur pembelian pupuk subsidi, Agus menjelaskan bahwa petani hanya bisa membeli pupuk subsidi jika memiliki Kartu Tani.

Tapi, meskipun memiliki Kartu Tani, kadang-kadang stok pupuk subsidi kosong. Tak jarang para pemilik Kartu Tani harus antre untuk mendapatkan pupuk subsidi.

Sehingga mau tidak mau petani harus membeli pupuk nonsubsidi yang harganya hampir tiga kali lipat harga pupuk subsidi.

Harga pupuk nonsubsidi, lanjutnya, Rp285 ribu per karung, sementara pupuk subsidi di kisaran Rp110 ribu per karung. Dia mengakui bahwa kualitas pupuk nonsubsidi lebih bagus.

Hanya saja, dengan harga yang lebih mahal, para petani harus memutar otak agar bisa menggunakannya untuk memupuk tanaman mereka.

“Misalnya begini, harga pupuk subsidi per karung Rp100 ribu, nah satu karung itu bisa untuk satu petak sawah. Kalau saya punya tiga petak, biayanya sekitar Rp300 ribu. Kalau pupuk nonsubsidi per karung Rp285 ribu. Untuk tiga petak sudah berapa?” dia memaparkan.

Salah satu cara yang dilakukan agar anggaran yang dikeluarkan untuk pupuk tidak terlalu besar, biasanya para petani mencampur pupuk nonsubsidi dengan pupuk organik yang harganya lebih murah.

Seorang petani lain yang tinggal di Nanggulan, Kulon Progo, Agustinus, menjelaskan  hal yang sama. Menurutnya, harga gabah basah di daerahnya anjlok hingga Rp4.200 per kilogram.

“Saiki Rp4200 per kilogram. Pokoke nek ra ngandalke pupuk subsidi yo soyo remuk. (Sekarang Rp4.200 per kilogram. Pokoknya kalau tidak mengandalkan pupuk subsidi ya semakin hancur),” jelasnya.

Dia menambahkan, pasaran beras yang cukup bagus di Kabupaten Kulon Progo adalah di daerah pegunungan. Namun sejak warga mendapatkan bantuan beras, pembeli beras di daerah pegunungan juga menurun.

Seorang pedagang beras yang juga memiliki usaha penggilingan beras, Yuli, mengaku harga beras dan gabah anjlok, bahkan dia hanya berani membeli gabah dengan harga di bawah Rp4 ribu per kilogram.

Dia mengatakan, jika rencana impor beras dilaksanakan saat ini, petani yang kasihan. Sebab tak jarang harga beras impor lebih murah daripada beras lokal.

“Kasihan petani kalau negara impor beras. Beras impor harganya bisa murah. Petani lokal tidak laku,” tuturnya dalam bahasa Jawa.

Pernyataan Menteri Perdagangan Thailand

Dilansir Bangkok Post, 11 Maret 2021, Pemerintah Thailand disebut akan menandatangani nota kesepahaman (MoU) penjualan satu juta ton beras dengan Indonesia, melalui kesepakatan antar pemerintah (G2G).

Menteri Perdagangan Thailand, Jurin Laksanawisit, menjelaskan bahwa  penandatanganan MoU akan dilakukan pada minggu terakhir Maret.

Namun penjualan beras tersebut dilakukan dengan sejumlah syarat, salah satunya adalah tergantung pada produksi beras kedua negara dan tergantung harga beras dunia.

Berdasarkan perjanjian sebelumnya, pada periode 2012 hingga 2016, Thailand menjual total 925.000 ton beras di bawah kontrak G2G ke Indonesia.

Selama lima tahun terakhir, tidak ada kesepakatan beras G2G antara Thailand dan Indonesia yang dilakukan, karena pemerintah Indonesia memprakarsai kebijakan swasembada beras dan mempromosikan produksi beras dalam negeri.

Meskipun demikian,  Indonesia disebut masih menghadapi kekurangan pasokan beras dalam negeri dalam beberapa tahun akibat bencana alam.

Pandemi juga disebut mendorong Indonesia mengimpor lebih banyak beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menstabilkan harga beras dalam negeri.

Tahun lalu, Thailand mengekspor total 89.406 ton beras ke Indonesia, atau naik 46,3% dari tahun sebelumnya, dengan nilai total 2,262 miliar baht, naik 86,7%.

Jurin mengatakan, selain kesepakatan beras G2G dengan Indonesia, Thailand juga sedang membicarakan kesepakatan beras G2G serupa dengan pemerintah Bangladesh.

Charoen Laothammatas, Presiden Asosiasi Eksportir Beras Thailand, mengatakan MoU dengan Indonesia tidak akan berpengaruh pada pasar beras Thailand karena kontrak belum ditandatangani secara resmi.

Saat ini, menurutnya sangat sulit untuk mengekspor beras Thailand ke pasar dunia karena nilai baht yang kuat membuat beras Thailand lebih mahal

Harga beras putih Thailand 5% saat ini tercatat pada US $ 549 per ton, sedangkan beras putih Vietnam berada pada $ 513 -517. Harga beras India $ 398-402, dengan Pakistan $ 438-442 per ton.

Sementara itu, harga beras setengah matang Thailand berada harganya $ 557 per ton, sementara beras India setengah matang berada pada $ 383-387 dan beras setengah masak Pakistan pada $ 457-461 per ton.

Leave A Reply

Your email address will not be published.