Berita Nasional Terpercaya

Hal Penting dalam Tata Ruang Kawasan Bandara YIA

0

YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Bandar Udara (Bandara) Yogyakarta International Airport (YIA) sangat potensial bagi pengembangan tata ruang, khususnya di wilayah Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo. Meski demikian, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian.

Pakar Tata Ruang dari Universitas Islam Indonesia (UII), Suparwoko, yang dihubungi Selasa, 23 Maret 2021, berpendapat, ada dua hal penting  yakni kepentingan transit penumpang pesawat, serta kepentingan pariwisata dan bisnis.

Tata ruang di kawasan Bandara YIA dan sekitarnya, menurut Suparwoko sudah dirancang sedemikian rupa. Di dalamnya juga ada semacam rancang kota atau urban design.

“Saya kira itu penting, dalam artian pemerintah dan masyarakat mendorong untuk kepentingan itu,” jelasnya.

Selain adanya dua fungsi atau kepentingan berupa kepentingan transit serta pariwisata dan bisnis, tata ruang kawasan bandara juga dibaginya menjadi tiga, yakni zona inti bandara, zona penyangga, dan zona pengembangan.

Masing-masing zona mempunyai power atau fungsi tersendiri. Zona inti bandara sebagai pusatnya khusus untuk kegiatan atau urusan bandara dan tetek bengeknya, termasuk cargo dan penumpang.

Selanjutnya, di zona penyangga dan pengembangan adalah zona yang diharapkan dapat dikembangkan untuk memberi manfaat pada warga sekitar. Lokasinya antara 3 hingga 5 kilometer dari bandara.

“Nah, di zona penyangga adalah kesempatan masyarakat di sekitar bandara dan pemerintah daerah. Ini punya kesempatan untuk pengembangan transit, pariwisata dan bisnis itu,” kata dia menguraikan.

Pemerintah daerah, pemerintah kecamatan, kelurahan, hingga masyarakat setempat bisa memanfaatkan kepentingan transit para penumpang pesawat yang mendarat di Bandara YIA

Untuk penumpang yang transit hingga lebih dari sehari mungkin mempunyai waktu untuk berkunjung ke Kota Yogyakarta. Di kota mereka bisa berbelanja dan membeli oleh-oleh khas Yogyakarta.

Tapi, penumpang yang hanya transit dalam hitungan jam tidak memiliki banyak waktu untuk berkunjung ke kota. Hal inilah yang bisa dimanfaatkan oleh warga setempat.

“Sebelum ke Jogja mereka punya peluang di situ. Misalnya yang transit hanya butuh 5 jam, jadi tidak perlu ke Jogja. Di situ apa yang bisa dilakukan selama 5 jam misalnya.”

Melihat kondisi itu, sebaiknya pemerintah setempat memikirkan bisnis yang cocok untuk para penumpang transit semacam itu.

“Zona penyangga ini peluang untuk pemerintah daerah, kecamatan, dan pemerintah desa untuk mengembangkan,” dia menegaskan.

Pengembangan itu, lanjut Suparwoko, bisa juga dikerjasamakan dengan perguruan tinggi melalui dana desa dan program Kampus Merdeka.

Jika menggandeng perguruan tinggi, pengemasan atau kerja samanya bisa dilakukan antara perguruan tinggi dan pemerintah setempat atau peeguruan tinggi dan maayarakat sekitar.

Sektor yang Perlu Ada

Berdasarkan analisa-analisa tersebut, Suparwoko menjelaskan beberapa sektor yang perlu ada dalam tata ruang pengembangan kawasan Bandara YIA. Setidaknya ada tiga hal yang sebaiknya dibangun untuk kepentingan transit jangka pendek, yakni tempat menginap atau istirahat, pusat perbelanjaan atau komersil seperti toko oleh-oleh khas, dan yang tak kalah penting adalah rumah ibadah di tepi jalan.

“Nah, salah satu yang direspons komersil, memang perlu dikembangkan secara berorientasi pada bandara. Dalam konteks penginapan dan belanja,” tuturnya.

Pusat komers lokal, kata Suparwoko, bisa dibangun berdekatan atau satu lokasi dengan tempat ibadah, misalnya masjid. Misalnya, pasar atau toko di lantai dasar, dan rumah ibadah di lantai atas.

Alternatif lain adalah pasar atau toko di lantai bawah, dan hotel atau penginapan di lantai atas. Atau, pusat komersil di halaman rumah ibadah. Dia mencontohkan yang ada di sekitar Bandara Dubai.

“Contoh saja, saya pernah ke Dubai, di kota tuanya. Di sana, masjid jami atau masjid utama cuma satu lantai, di depannya ada komersial.”

“Lalu masjid yang lebih kecil dengan kapasitas di bawah 100 selalu berada di pinggir jalan dan di lantai dua karena lantai satunya untuk toko,” lanjutnya.

Hal lain yang juga penting untuk ada di dalam konsep tata ruang kawasan bandara adalah perumahan pekerja, khususnya pekerja bandara. Lokasinya sebaiknya tidak terlalu jauh dengan pusat perekonomian.

“Berarti di atas pasar atau di atas komersil bisa dibangun rumah susun masyarakat berpenghasilan rendah. Jadi ada hunian, ada bisnis, ada wisata, itu jadi satu di sekitar bandara,” urainya.

Dengan konsep seperti itu, tambah Suparwoko, bukan hanya investor yang memperoleh manfaat dari keberadaan bandara, tetapi juga masyarakat sekitar dan pekerja berpenghasilan rendah.

“Rancang kota itu seharusnya tidak hanya menguntungkan investor tetapi juga masyarakat sekitar, karena itu kan ketahanan lingkungan. Jadi dua-duanya harus dikembangkan.”

Kesiapan Masyarakat Dipertanyakan

Meski harus memberi manfaat pada investor dan masyarakat, termasuk pemerintah desa, Suparwoko menilai mereka belum siap untuk pengembangan semacam itu.

Dia menceritakan, dirinya selaku akademisi pernah melakukan semacam pengabdian masyarakat di salah satu desa, tidak terlalu jauh dari kawasan bandara.

“Perlu disampaikan bahwa hambatannya adalah masyarakat sendiri saya anggap masih belum siap, termasuk lurah dan teamwork pelaksana,” ucapnya.

Saat itu, tutur Suparwoko, pemerintah desa tersebut memerima bantuan, kemudian pihak pemerintah desa meminta pada salah satu perguruan tinggi untuk melakukan perencanaan, termasuk pengawasan dan pertanggungjawaban.

Tapi, setelah perencanaan diberikan, lalu pelaksanaan berjalan, antara kontraktor pelaksana dengan pengawas dan pihak kelurahan, disebutnya melakukan persekongkolan yang merugikan pihak perguruan tinggi tersebut.

“Jadi peran perguruan tinggi terabaikan karena persekongkolan itu. Salah satunya, peran perguruan tinggi jadi kurang karena pengambilan keputusannya tidak dilibatkan dan merugikan,” paparnya.

Sehingga, perguruan tinggi yang seharusnya mendapatkan portofolio dari kegiatan itu menjadi terabaikan.

Suparwoko mengaku mengetahui persis adanya dugaan persekongkolan itu, karena dia mendapatkan laporan dari orang-orang yang terlibat.

“Memang tidak langsung ke pak lurah, tetapi material, tenaga pelaksana, ada yang belum dibayar,” ucapnya sambil menyebut nominal antara Rp60 juta hingga Rp90 juta.

Hal itu sudah disampaikannya  pada lurah atau kepala desa dan pihak pengawas. Tapi, mereka diam saja. Suparwoko juga menyebut nama kontraktor pelaksana dan pengawasnya, serta nama perusahaan itu.

Diketahui, Bandara YIA telah diresmikan oleh Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat, 28 Agustus 2020. Jokowi menyebut bandara itu sebagai yang terbaik di Indonesia, dengan pengerjaan dan desain interior yang bagus.

Meski saat itu kondisi bandara belum ramai, Jokowi mengaku memaklumi, karena dampak pandemi. Dia meyakini, setelah adanya vaksinasi Covid-19, Bandara YIA akan menjadi yang paling ramai.

“Tapi begitu sudah mulai ada vaksin saya yakin bandara ini akan menjadi bandara paling ramai,? ucapnya saat itu, seperti dilansir laman resmi Kementerian Perhubungan.

Sementara, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang mendampingi Jokowi kala itu, mengatakan Kementerian Perhubungan memastikan adanya dukungan transportasi antarmoda yang memudahkan penumpang dari Bandara menuju Kota Yogyakarta.

Dia berharap, konektivitas antarmoda dapat memulihkan perekonomian nasional, dengan menarik lebih banyak wisatawan ke Yogyakarta.

Budi mengaku optimistis ke depannya Bandara YIA mampu memberikan dampak/multiplier effect positif bagi perekonomian nasional.

Budi juga mengapresiasi PT. Angkasa Pura I yang menyiapkan area seluas 1.500 meter persegi untuk UMKM di dalam terminal. Area itu dapat menampung 300 UMKM. Selain itu, juga terdapat  area seluas 880 m² di Gedung Penghubung yang dapat menampung 170 UMKM, yang dinamai Pasar Kotagede.

Leave A Reply

Your email address will not be published.