Tumbasin: Merintis Aplikasi Belanja di Pasar Tradisional Berawal dari Pesan WhatsApp (Bagian 1)
YOGYAKARTA, BERNAS.ID – Satu lagi aplikasi karya anak bangsa yang di masa pandemi justru makin melebarkan sayapnya, Tumbasin. Aplikasi ini menawarkan pembelian kebutuhan pokok di pasar tradisional tanpa harus ke lokasi.
Artinya, pengguna hanya tingga memesan produk melalui aplikasi dan besok paginya, belanjaan sudah sampai di depan rumah.
Bernas.id berkesempatan untuk mengulik kisah perusahaan rintisan atau startup ini melalui sang Co-Founder Tumbasin Muhammad Fu'ad Hasbi.
Pria berusia 25 tahun itu mengatakan, aplikasi ini muncul pada 2017, jauh sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia termasuk Indonesia.
Dengan mengusung tagline “belanja di pasar jadi lebih mudah”, awal mula terbesit dengan pedagang di pasar yang belum tersentuh teknologi.
Baca Juga: Rapel: Ketika Sampah Disulap Jadi Bernilai Melalui Aplikasi Digital
Di sisi lain, para perintis ingin menghadirkan pengalaman yang membuat orang tidak ragu lagi dengan berbelanja di pasar tradisional.
“Ada yang takut tawar-menawar. Kadang ada juga yang ragu sama pedagang terkait kualitas produknya yang mungkin tidak bagus,” katanya, Jumat (4/6/2021).
Jika kita melihat halaman website Tumbasin.id atau aplikasinya, akan muncul daftar harga bahan-bahan pokok di pasar. Ongkos kirimnya juga terjangkau, sekitar Rp10.000.
Harga ditentukan oleh tim Tumbasin yang telah melakukan tawar-menawar dengan pedagang pasar, dan sesuai kondisi pasar.
Lebih dari 70.000 kali aplikasi ini diunduh oleh pengguna, dengan total user aktif mencapai 15.000 yang tersebar di beberapa kota seperti Semarang, Jakarta, Bekasi, Karawang, Yogyakarta, Magelang, Tangerang Selatan, Depok, Bogor, Solo, Lampung, dan Makassar.
Jadi bagaimana kisah awal mula aplikasi ini mengenalkan diri ke masyarakat?
Pesan WA dan CFD
Suatu pagi di Semarang, sekelompok anak muda menawarkan jasa belanja kepada orang-orang yang wira-wiri di Car Free Day.
Dengan meyakinkan calon pengguna, mereka mengatakan jasa ini memudahkan ibu rumah tangga karena tidak perlu capek-capek ke pasar untuk belanja kebutuhan.
“Kita cari pelanggan di CFD. Tiap Minggu ke sana, kemudian menawarkan jasa. Kami tanya, mau nitip belanja nggak? Jadi nggak usah keluar rumah, cukup WhatsApp nomor ini saja,” ucap pria yang kerap disapa Fu'ad itu.
Dia menceritakan mula-mula startup ini memperoleh pengguna. Ada sekitar empat orang yang mengirim pesan WA. Ternyata, mereka repeat order atau menggunakan kembali jasa Tumbasin.
Baca Juga: MomWork: Aplikasi Digital untuk Berdayakan Perempuan dari Dapur Rumah
“Kita lihat ya, karena orang-orang yang kami layani itu biasanya repeat order, kami mengujinya mudah. Jadi awal, kami nggak mengenakan biaya servis,” tuturnya.
Ketika barang sampai ke rumah pemesan, ada sisa dari uang pembayaran. Namun, para pelanggan itu meminta agar kembalian tersebut disimpan saja sebagai “biaya jasa”.
“Jadi istilahnya, tes validasi bisnis. Ketika itu ibunya mau, padahal kembaliannya masih ada Rp20.000 atau Rp25.000,” kata Fu'ad.
“Padahal, kami sebenarnya menguji apakah konsumen akan menghargai apa yang kami lakukan, dan ternyata itu berulang. Nggak cuma satu orang,” imbuhnya.
Tumbasin dirintis oleh tiga orang. Selain Fu'ad, ada Bayu Mahendra Saubig selaku Faounder dan CEO Tumbasin, dan Tri Asworo Mituhu Subekti sebagai Co-Founder Tumbasin.
Baca Juga: Cuan di Tengah Pandemi: Sertiva, Startup Sertifikat Digital (Bagian 1)
Dengan latar belakang yang berbeda-beda, mereka bersatu untuk menciptakan aplikasi karya anak bangsa.
Ketika membangun Tumbasin dari awal, Fu'ad kala itu masih kuliah tingkat akhir di Universitas Diponegoro, Semarang, mengambil jurusan statistika.
Sementara Bayu merupakan tenaga profesional yang selama 8 tahun berkecimpung di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Tri adalah lulusan Universitas Dian Nuswantoro.