Kisah Startup Warung Pintar Jadi Solusi Digital untuk Warung Tradisional?

BERNAS.ID – Perkembangan startup di Indonesia diperlihatkan dengan semakin kreatifnya solusi yang ditawarkan melalui teknologi.
Jumlah startup di Indonesia tercatat mencapai 2.219 perusahaan pada 2021 versi Startup Rangking. Jumlah tersebut menurun akibat pandemi Covid-19.
Meski begitu, masih ada sejumlah perusahaan rintisan yang terus berinovasi, baik dari sisi teknologi maupun lini bisnis yang ditawarkan.
Baru-baru ini, aplikasi Warung Pintar bertansformasi menjadi Warung Pintar Group dengan mengembangkan berbagai layanan terbaru di dalam ekosistem bisnis mikro.
Baca Juga: Rapel: Ketika Sampah Disulap Jadi Bernilai Melalui Aplikasi Digital
Sebagai informasi, Warung Pintar adalah perusahaan teknologi yang menghadirkan solusi rantai pasok berbasis digital dengan merangkul seluruh ekosistem bisnis warung. Ekosistem tersebut terdiri dari pemilik warung, pengusaha grorsir, distributor, hingga brand.
Kepada Bernas.id, CEO Warung pintar Agung Bezharie Hadinegoro mengatakan startup ini ini memiliki misi untuk mentransformasi warung di Indonesia.
“Warung di Indonesia sebagai gerbang masyarakat yang hidup di sekitarnya dengan menghadirkan inklusi ekonomi melalui digital,” katanya.
Lalu, bagaimana perjalanan perintisan Warung Pintar?
Warung Pak Junaidi
Kala itu, Agung masih bekerja di East Ventures, sebuah perusahaan modal ventura. Suatu ketika, dia harus mengerjakan salah satu proyek portofolio untuk perusahaan tersebut berupa coworking space.
Renovasi pun dilakukan, namun membuat Pak Junaidi, pemilik warung di depan lokasi coworking space, dan komunitas ojek online tidak tahu harus berbuat apa akibat dari proyek itu.
Kepada Agung, Pak Junaidi mengaku warung adalah satu-satunya sumber penghidupan. Momen tersebut membuat Agung tersadar, bisnis warung perlu diperbaiki.
“Pada titik itulah saya sadar bahwa warung memiliki keterbatasan untuk berkembang karena minimnya kapasitas dari segi bisnis,” ujarnya.
Padahal di Indonesia, ada sekitar 3,5 juta warung yang mendistibusikan sekitar US$128 miliar produk-produk FMCG atau Fast-Moving Consumer Goods.
Produk-produk FCMG seperti makanan olahan, minuman kemasan, makanan siap saji, perlengkapan mandi, obat yang dijual tanpa resep, permen, produk kebersihan, perlengkapan kantor, dan sebagainya.
Agung juga meilhat banyak pemilik warung yang kesulitan mengembangkan bisnis karena terbatasnya akses dukungan finansial dan kurangnya pengalaman manajemen bisnis.
“Bahkan, ada juga masalah lain yang muncul, seperti kesulitan dalam melaporkan transaksi dan mengelola distribusi barang,” tutur Agung.
Dengan mengadaptasi teknologi untuk memberdayakan warung melalui solusi berbasis digital, Agung bersama dengan Co-Founder lainnya, Sofian Hadiwijaya dan Harya Putra, mengembangkan Warung Pintar pada 2017.
Dipandang Sebelah Mata
Agung mengungkap pada awal pendirian Warung Pintar, banyak orang yang mempertanyakan keberhasilan startup ini, terlebih para pendirinya tidak punya pengalaman khusus di bidang retail.
Selain itu, beberapa pihak juga ragu apakah warung tradisional mau beralih menjadi warung berbasis digital. Namun, berbagai kesulitan yang dihadapi Agung dkk nyatanya berhasil membuat Warung Pintar dapat bertahan, bahkan telah mengembangkan lini bisnis.
“Di awal berdiri, digitalisasi yang dilakukan oleh Warung Pintar berhasil membantu pemilik warung untuk mendapatkan 40% kenaikan pendapatan,” katanya.
Agar bisa menerjang badai, Agung berupaya membangun Warung Pintar dengan merekrut orang-orang terbaik yang mampu membantu akselerasi bisnis, dan mengajak warung untuk bergabung.
Warung Pintar mulai menawarkan solusi dengan mengunjungi satu per satu warung di wilayah Jabodetabek. Banyak pemilik warung yang mengeluhkan alur distribusi produk hingga berlapis-lapis.
Baca Juga: Tumbasin: Startup yang Punya Misi Naikkan Ekosistem Pasar Tradisional (Bagian 2)
Akibatnya, harga barang tinggi dan ketersediaan barang menjadi tidak konsisten. Saat awal berdiri, Warung Pintar berfokus pada peningkatan efisiensi dan optimasi proses bisnis warung dari sehing pembelian, penjualan, hingga monitoring.
“Dari segi pembelian, kami menerapkan konsep central procurement, di mana para pemilik warung dapat memenuhi kebutuhan warungnya,” tutur Agung.
Sementara, dari segi penjualan, Warung Pintar memfasilitasi pemilik warung untuk menambah pendapatan melalui iklan. Kemudian dengan monitoring, pemilik warung bisa memantau peforma bisnisnya.
Dengan kehadiran Warung Pintar, pemilik warung bisa mengakses pemenuhan stok dengan lebih dari 500 pilihan barang. Bahkan produk yang diinginkan bisa dikirim paling lama H+1. Ada pula yang bisa diantar dalam kurun waktu 2,5 jam melalui layanan same-day.
Pandemi dan Perubahan
Pada 2020, hal yang tak terduga terjadi. Indonesia dilanda wabah Covid-19 yang membuat perekonomian terseok-seok. Banyak bisnis mengalami kesulitan dan ada yang harus gulung tikar. Pandemi turut menekan perusahaan rintisan, termasuk Warung Pintar.
Awal pandemi, sebanyak 93% Juragan Warung Pintar -sebutan bagi pemilik warung- sempat mengalami penurunan pendapatan hingga 28%.
Dari situ, Warung Pintar mencoba untuk melakukan perubahan dengan memperkuat alur distribusi yang solid dan mudah diakses, tidak hanya bagi pemilik warung tapi juga pengusaha grosir, distributor, dan brand.
Perkembangan Fitur
Dari awal berupa gerobak kuning untuk mempromosikan warung berbasis digital, kini Warung Pintar makin melebarkan sayap dengan solusi digital yang lengkap.
Pemilik warung bisa dengan mudah memenuhi dan mengelola stok dengan harga yang kompetitif. Sementara grosir akan memiliki akses ke layanan logistik dan memperluas pasar.
Baca Juga: Ternaknesia: Modal Awal dari Orang Sekitar hingga Cita-cita Mewujudkan Kedaulatan Pangan
Warung Pintar juga mengakomodasi distributor dengan visibilitas inventaris holistik, perencanaan permintaan dan pasokan, serta manajemen armada.
“Untuk brand, kami memberi visibilitas data dan transparansi untuk keseluruhan operasi bisnis mereka, brand bisa mendapatkan akses untuk memperdalam penetrasi pasar dan memiliki akses untuk mempromosikan produk mereka langsung ke pemilik warung,” jelas Agung.
Saat ini, ada 4 produk yang ditawarkan oleh Warung Pintar Group, yakni aplikasi Warung Pintar, Grosir Pintar, Warung Pintar Distribusi, dan Bizzy Connect.
Secara rinci, aplikasi Warung Pintar ditujukan bagi pemilik warung dan toko kelontok untuk memenuhi stok produk. Bahkan, pemilik warung juga bisa mengakses fitur pencatatan utang.
Aplikasi Grosir Pintar ditujukan bagi toko grosir supaya bisa terhubung langsung dengan ratusan pemilik warung dalam jarak 5-10 km. Toko grosir bisa memanfaatkan layanan Bisnis Pintar untuk pengadaan inventaris.
Warung Pintar Distribusi menyediakan sistem manajemen gudang dan solusi invetaris, yang telah digunakan oleh lebih dari 50 gudang dan depo di seluruh Indonesia.
Produk terbaru dari Warung Pintar adalah Bizzy Connect, yang menghubungkan brand dan distributor langsung ke pemilik warung.
“Sistem distribusi digital yang terintegrasi ini didukung dengan aplikasi untuk manajemen salesman hingga sistem pelacakan pengiriman yang efektif,” ujar Agung.
Baca Juga: Kampung Tukang: Ketika Warga Desa di Malang Merintis “Startup” di Bidang Pertukangan
Semula ada 5.000 gerobak kuning pada 2019, saat ini, Warung Pintar telah merangkul 500.000 pengusaha warung, lebih dari 600 pengusaha grosir, dan sekitar 500 brand, yang menjangkau di lebih dari 150 kota/kabupaten.
Dari jumlah tersebut, terdapat lebih dari 106.000 warung yang melakukan transaksi setiap bulan. Dengan jutaan transaksi yang dikelola, Warung Pintar menargetkan satu juta mitra warung pada tahun depan.
“Kita harus mengerjakan bersama, proses digitalisasi terjadi karena nggak cuma Warung Pintar saja, tapi dibantu grosiran dan distributor,” kata Agung.
Warung Pintar memiliki cita-cita besar, yakni membawa inklusi ekonomi kepada para pengusaha kecil dan masyarakat sekitar melalui digitalisasi.