Berita Nasional Terpercaya

Kisah dr. Ramadhanus: Sempat Bilang Haram, Kini Sembuhkan Luka Batin dengan Hipnosis

0

BERNAS.ID – “Dulu saya kan orang yang menolak hipnosis, sempat mengharamkan hipnosis. Hipnosis itu kayak mainin orang, mengendalikan orang lain, bahkan ada yang tertipu akibat hipnosis”.

“Ternyata setelah saya belajar hipnosis, ternyata tidak perlu lama, tidak ada mantra-mantra atau puasa segala macam. Saya makin tertarik dengan ilmu hipnosis.”

Pernyataan tersebut dilontarkan oleh dr. Ramadhanus yang tak hanya menangani pasien secara medis, tapi juga menerapi jiwa mereka yang sakit fisik akibat luka batin.

Pria yang juga Ketua DPW Perkumpulan Komunitas Hipnotis Indonesia (PKHI) Aceh ini merasa sangat memerlukan ilmu hipnosis untuk menunjang profesinya sebagai seorang dokter, sehingga bisa mensugesti pasien.

Baca Juga: Kisah Mahendra Jaya, Pendeta Hindu yang Aktif Bantu Orang Lakukan Self Healing

Di masyarakat yang masih mempercayai klenik, ia pun kerap menangani pasien-pasien yang mengaku kesurupan atau diguna-guna. Padahal, yang mereka perlukan hanya hipnoterapi.

Selalu bermanfaat bagi orang lain, itulah yang ia selalu junjung dalam menjalani hidup. Namun, ada kisah pelik pada masa kecilnya yang membuatnya terus bangkit dan menjadi sosok yang seperti sekarang.

Lalu bagaimana kisah dr. Ramadhanus hingga menekuni hipnosis? Berikut selengkapnya.

Menjadi Pendendam

Ramadhanus lahir di Lhokseumawe, Aceh, pada 24 Agustus 1978. Ia lahir dari ayah bersuku Minang, dan ibunya asal Palembang. Namun karena pekerjaan, ayahnya harus menetap di Aceh.

Sang ayah merupakan pekerja keras. Tak jarang, ia harus menjadi sasaran emosi ayahnya yang tertekan akibat masalah pekerjaan. Sebagai anak pertama, dia pun menjadi bulan-bulanan.

“Saya juga dapat kekerasan fisik yang akhirnya membuat saya dibesarkan secara keras, bahkan jadi pria yang nggak pernah takut apa-apa, dan pendendam juga,” katanya kepada Bernas.id.

Suatu ketika, ia mengalami kecelakaan sewaktu diminta sang ayah membelikan rokok. Ramadhanus masih duduk di kelas dua Sekolah Dasar. 

Akibat ditabrak sepeda motor, ia pun harus dirawat di rumah sakit selama dua bulan. Selama itu pula, ia hanya ditemani oleh ibunya. Tak ada sosok ayah yang mendampinginya saat sakit. Padahal, ia terluka parah.

“Ketika saya dirawat di rumah sakit, usia saya masih kelas 2 SD, masih kecil. Betis sebelah kiri itu harus dibuang, dan itu kena saraf-saraf di otot,” jelasnya.

Kondisi itu membuat Ramadhanus kecil bertanya-tanya dalam diri, apakah ayahnya benar-benar sayang padanya atau tidak. Singkat cerita, ia bisa memaafkan keadaan itu ketika kuliah tingkat dua di Fakultas Kedokteran.

Baca Juga: Kisah Edward Henry yang Rela Jadi “Tempat Sampah” Para Remaja Melalui Hipnosis

Berbicara soal menjadi dokter, ternyata para dokter dan perawat yang merawatnya di rumah sakit, yang menjadi inspirasinya. Ia pun bertekad menjadi seorang dokter.

“Melihat suster dan dokter yang merawat saya itu punya dedikasi dan ketulusan,” ujarnya.

“Nah, di situlah cikal bakal saya punya cita-cita menjadi dokter karena punya jiwa sosial dan dedikasi ketulusan,” imbuhnya.

Meski demikian, sang ibu ternyata menginginkan putranya itu menjadi seorang insinyur. Ramadhanus pun galau, dan meminta saran dari mentornya.

Sang mentor berujar bahwa pilihan orangtua akan lebih disayang oleh Tuhan. Saat mendaftar di Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh, pilihan pertama adalah Fakultas Teknik, dan pilihan kedua adalah Fakultas Kedokteran.

Memang sudah garis hidupnya menjadi seorang dokter. Ramadhanus pun justru diterima di Fakultas Kedokteran. Sempat berbisnis lalu berumah tangga, akhirnya ia pun dapat menyelesaikan pendidikannya.

“Di situ saya mulai berbisnis sehingga saya sempat meninggalkan dunia kedokteran. Padahal, saya itu diwanti-wanti sama orangtua jadi dokterlah karena saya pilih itu. Alhamdulilah selesai juga atas dukungan istri tentunya, dan doa dari orangtua,” tutur Ramadhanus.

“Dokter Dukun”

Pria berusia 43 tahun ini punya julukan unik dari para rekannya yakni “terkun” atau “dokter dukun”, Label itu diperolehnya karena ia kerap menangani pasien-pasien yang mengaku kesurupan, bahkan sejak ia masih dalam masa pendidikan.

Untuk menampung pasien yang tak sedikit, Ramadhanus pun membuka klinik pada tahun 2000 untuk menerapi pasien-pasien itu. Sebagian mengaku kesurupan, sebagian lagi merasa diguna-guna karena belum punya keturunan.

“Dan itu cukup banyak ya, satu hari bisa sampai 100-an pasien yang datang,” ucapnya.

Baca Juga: Kisah AKP Gusti Komang Sulastra, Anak Petani Jadi Polisi hingga Mendalami Hipnosis

“Tapi pasien bolak-balik terus, jadi sudah sembuh balik lagi. jadi ada ketergantungan pasien dengan terapi yang saya gunakan saat itu karena saya belum menemukan ilmunya,” imbuhnya.

Akhirnya suatu ketika, ia pun dipertemukan dengan teknik hipnosis. Dari banyaknya pasien yang ia tangani sebelumnya, ada satu hal yang ia sadari, yakni ada yang salah dengan keyakinan seseorang dan masyarakat karena masih mempercayai mistik.

Ia mengenal hipnosis pada 2006, enam tahun setelah ia membuka klinik pertamanya. Namun sebelumnya, ia memandang hipnosis sebagai sesuatu yang haram karena terlihat memainkan dan mengendalikan orang lain.

Ramadhanus bahkan mengira ada mantra-mantra tertentu untuk membuat orang lain menerima masukan. Tapi, rasa penasaran terhadap ilmu tersebut terus bergelora.

“Selama ini saya kan orang yang menolak hipnosis. sempat mengharamkan hipnosis,” katanya.

“Hipnosis itu kok kaya main-mainin orang. Terus hipnosis itu kok seperti mengendalikan orang lain, bahkan ada yang tertipu dengan hipnosis,” tambahnya.

Setelah mengikuti pelatihan dan memperoleh sertifikasi pertamanya, pikirannya semakin terbuka dengan pengetahuan baru. Tak ada mantra, sihir, atau jin dalam hipnosis.

Hipnosis malahan membantu Ramadhanus dalam menerapi pasien-pasiennya yang datang dengan keluhan “diserang dukun” atau yang berhubungan dengan hal mistik lainnya.

Di sisi lain, hipnosis juga membantu dirinya dalam menjalankan profesi dokter. Sebelum mempelajari hipnosis, Ramadhanus kerap membaca dan bahkan berinteraksi dengan para psikolog dan psikiater untuk memahami kejiwaan manusia.

Ia pun memahami tentang penyakit fisik yang dipicu oleh penyakit hati. Namun, ia belum menemukan titik temu terkait kemampuan seperti apa yang bisa menyelesaikan masalah hati manusia.

“Kalau di dalam agama kan kita disuruh banyak istighfar, minta ampun, bersabar. Sudah saya lakukan kepada pasien-pasien. Cuma bagaimana cara bersabarnya, dan istighfar yang buat hati itu lapang,” ujarnya.

Baca Juga: Kisah Lan Ananda, Tokoh Taekwondo di Bali yang Menekuni Hipnosis dan Hypnosport

Setelah belajar hipnosis, ia pun menemukan titik temu tersebut. Ramadhanus pun menemukan banyaknya “sampah-sampah” perasaan manusia yang selama ini tidak dibuang.

Dengan menggunakan salah satu teknik hipnosis, forgiveness therapy atau terapi memaafkan, permasalahan tersebut bisa diselesaikan. Ramadhanus banyak menangani kasus-kasus yang menimpa anak-anak hingga dewasa.

“Yang jelas saya fokus kepada membuang sampah-sampah hati karena memang yang buat rezeki mampet, masalah tak kunjung selesai, itu adalah sumbatan-sumbatan di hati kita, membuat hati kita terlalu sempit untuk memandang dunia,” katanya.

PKHI di Aceh

Setelah belajar hipnosis pada coach-nya, ia pun memperoleh sertifikasi. Jika ingin serius menekuni hipnosis, guru tersebut menawarinya untuk bergabung pada sebuah organisasi.

Sampailah Ramadhanus bertemu dengan PKHI, yang baru dirintis oleh Ketua DPP PKHI Avifi Arka. Dia pun melanjutkan ketertarikannya dengan hipnosis dengan belajar di Indonesian Hypnosis Center (IHC).

“Saya bahagia bisa belajar sehingga saya berharap bisa mengulang kelasnya dari level 1 dan 2,”  tuturnya.

Ia pun dipercaya sebagai Ketua DPW PKHI Aceh. Menurutnya, minat masyarakat terhadap hipnosis kian bertambah. Apalagi sudah ada 15 batch belajar hipnosis yang pernah dilaksanakan di Aceh.

Bahkan banyak dari mereka yang sudah mencapai hipnoterapis, membuka praktik sendiri, dan menjadi trainer atau level tertinggi sehingga bisa mengajar di IHC.

“Dari alumni-alumni bahkan ada yang dari dokter, perawat, dan umum, Mereka sudah memperkenalkan hipnosis di Aceh,” tuturnya.

Di akun Instagram pribadinya @dr_ramadhanus, ia menuliskan Master of Spiritual NLP pada bionya. Neuro-linguistic programming atau NLP merupakan pendekatan komunikatif, pengembangan pribadi, dan psikoterapi.

Baca Juga: Kisah Riswan Ekananta, Buktikan Cleaning Service Bisa Berkarier Bahkan Jadi Instruktur Hipnosis

NLP dipahami masyarakat sebagai hipnosis tanpa tidur. Dengan teknik NLP dan hipnosis, Ramadhanus menemukan nilai-nilai spiritual. Ia menjadi lebih dekat dengan Tuhan, membuat dirinya menjadi semakin fokus, dan khusyuk.

Menurutnya, teknik tersebut dapat membantu menemukan Tuhan lebih cepat. Ia pun membawa nilai-nilai spiritual di dalam NLP dan hipnosis.

“Di situ kita belajar tentang kebersyukuran, teori pemaafan, itu diajarkan semua agama. Karena saya muslim, saya membawa nilai-nilai Spiritual islam di dalam NLP and hipnosis,” ucapnya.

Menyembuhkan Luka Batin

Ramadhanus juga kerap menyembuhkan klien yang memiliki luka batin terdalam. Menurutnya, jika selama ini kita hanya mengenal luka fisik yang dapat disembuhkan dengan sejumlah teknik, sebenarnya ada pula luka batin.

Dalam bidang hipnoterapi, luka batin ini kerap disebut inner child. Apa itu inner child? Menurutnya, inner child adalah sikap kanak-kanak yang terluka, masa kanak-kanak yang belum terpuaskan, atau bahkan terjadi akibat luka pengasuhan di masa kecil.

Seseorang yang memiliki luka batin mendalam biasanya masa kecilnya dipenuhi dengan teriakan dan bentakan. Selanjutnya, peristiwa itu akan membawanya sebagai sosok dewasa yang juga suka bentak.

Ada juga tipe inner child yang ingin sekali diapresiasi, ingin menunjukkan kepada dunia dirinya patut mendapat apresiasi. Biasanya luka batin semacam itu akan membuat mudah kecewa dan bergantung kepada orang lain.

“Akhirnya itu membentuk pribadi yang introvert, menutup diri, karena merasa seluruh dunia tidak paham dengan dirinya,” katanya.

Sayangnya, luka-luka tersebut tertutupi. Maka celah-celah batin yang ingin dibahagiakan dan diapresiasi itu harus didekap. Jika tidak, ketika dewasa, orang itu akan gampang mengambek, putus asa, dan stres.

Setiap manusia punya luka batin yang berbeda, dengan tingkatannya masing-masing. Ada yang luka batinnya sangat terlihat dan ada juga yang tersembunyi. 

Baca Juga: Kisah Fauzan Asmara Bantu Sesama Temukan Kebahagiaan Melalui Hipnoterapi

“Luka batin itu berhubungan dengan cara dia merespons lingkungan. Waktu masih kecil kan kita belum belajar, belum punya kemampuan untuk menetralisir sikap atau perilaku dari orang,” jelasnya.

Ramadhanus memiliki prinsip hidup dalam menjalani kesehariannya. Dia menyebut banyak orang yang egois karena ingin masalahnya sendiri rampung lebih cepat. Padahal, jika kita banyak membantu menyelesaikan masalah orang lain, nantinya Tuhan akan bantu menyelesaikan masalah tersebut.

“Ketika melakukan perbuatan baik, kebermanfaatan bagi orang lain, itu akan kembali pada kita,” katanya.

“Menjadi hipnoterapis banyak membantu masalah orang, nanti Allah akan menyelesaikan masalah kita,” imbuhnya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.