Berita Nasional Terpercaya

Kisah Saputri: Dari Mimpi Hingga Merawat Kaum Difabel

2

Bernas.id – Tak pernah terpikirkan dalam diri Saputri untuk mendedikasikan hidupnya merawat kaum difabel dan anak yatim piatu. Semua itu bermula dari sebuah mimpi.

Dalam mimpi tersebut, wanita bernama lengkap Maria Yeti Asri Saputri tersebut membawa sebuah bus di mana seluruh penumpangnya adalah kaum difabel. Siapa yang menyangka, mimpi itulah yang akhirnya mengubah jalan hidup Saputri.

Berbagai pekerjaan pernah dia lakoni. Mulai dari memiliki model, bintang iklan, hingga aktri sinetron, namun merawat kaum difabel baginya adalah pelayanan yang harus dilakukan. Bukan pekerjaan yang bisa ia tinggalkan sewaktu-waktu.

Lalu bagaimana kisah wanita kelahiran Solo 12 Oktober 1980 silam ini mulai memberanikan diri mengubah jalan hidupnya bersama kaum difabel dan yatim piatu? Berikut kisah lengkapnya:

Berawal dari mimpi

Sebelum memutuskan merawat kaum difabel dan anak yatim piatu, Saputri berprofesi sebagai seniman dan owner sebuah butik. Lalu di tahun 2012, ia mendapat kepercayaan untuk membintangi sinetron Tukang Bubur Naik Haji.

“Hampir dua tahun saya ikut sinetron itu. Selain Tukang Bubur Naik Haji, saya juga ikut main di FTV seperti Sinema Pintu Taubat dan main beberapa iklan,” ucapnya.

Berkat kesuksesannya, Saputri berhasil membeli rumah di Jakarta dan beberapa aset.  Namun di tengah rezekinya yang terbuka lebar, tepatnya di tahun 2012, ia bermimpi mengendarai sebuah bus dimana seluruh penumpangnya adalah kaum difabel.

Awalnya, Saputri mengira mimpi itu hanyalah bunga tidur saja hingga kemudian ia menyadari bahwa itu adalah sebuah pertanda dari Tuhan yang harus segera ia realisasikan.

“Mimpi itu ternyata berulang sampai tiga kali dan selalu sama. Saya berpikir ini aneh. Lalu saya mencoba doa puasa selama 40 hari dan menanyakan hal itu pada Tuhan,” ucapnya.

Baca juga:Kisah I Wayan Mustika, Dokter Yang Sukses Terbitkan Berbagai Buku Berkat Pesan Alam Semesta

Mencoba Mencari Arti Mimpi

Setelah menjalani doa puasa dan mencoba bertanya langsung pada Tuhan, secara nyata ia perlahan dipertemukan dengan kaum difabel.

“Setelah itu, ada seorang ibu yang mengalami cacat di kaki.Ia tersesat dan berhenti di depan rumah saya. Jarak rumah dia 30 kilometer dari rumah saya. Setelah saya tanya, ternyata dia mau ke tempat terapi.  Padahal sudah pakai Google Map, anehnya Google Map itu justru berhenti di depan rumah saya,” ucapnya.

“Karena hari sudah terlalu sore, Saputri mengizinkan orang tersebut untuk menginap di rumahnya. Setelah mengetahui bahwa ibu tersebut pandai memasak, ia pun meminta ibu tersebut untuk menjadi juru masak di rumahnya,” tambah Saputri.

Setelah kejadian itu, secara beruntun orang-orang dengan keterbatasan tertentu bertemu dengan Saputri. Hampir setiap hari ia dipertemukan oleh orang-orang luar biasa tersebut.

“Saya jadi semakin bingung dengan maksud Tuhan. Saya nggak tahu cara merawat mereka dan saya juga bukan orang kaya yang bisa membiayai mereka setiap saat. Di laur sana masih banyak pengusaha atau artis yang lebih kaya dari saya,” ungkap Saputri kepada tim Bernas.id.

Merasa tak mampu untuk merawat mereka, Saputri berusaha untuk “lari” dan mengabaikan tanda yang diberikan oleh Tuhan. Namu semakin ia mengabaikan, semakin sering ia dipertemukan oleh kaum difabel tersebut. Akhirnya, ia menyerah dan menuruti panggilan Tuhan.

“Saya akhirnya menyerah dan berdoa ‘kalau memang ini panggilan pelayanan saya, baiklah saya akan lakukan’. Uniknya, Tuhan selalu memampukan saya untuk merawat mereka,” ucap Saputri.

Membuka Sanggar Seni

Sebagai orang yang memiliki basic modeling, akhirnya Saputri memutuskan untuk membuka sebuah sanggar seni, di mana kaum difabel bisa belajar modeling dan berbagai kesenian di dalamnya.

“Selain kaum difabel, sanggar yang saya dirikan juga bisa untuk orang non-difabel. Nah, ini yang unik. Saat saya mengajar anak non-difabel, tentu saja lebih mudah. Lain halnya saat mengajar mereka yang difabel, saya bingung, dong, saya nggak punya ilmu bahasa isyarat dan nggak ada ilmu untuk mengajar berkebutuhan khusus,” ucap dia.

“Tuhan mengajarkan saya bahasa kasih. Hanya dengan tatap mata, anak-anak difabel itu tau apa yang saya maksud. Ini sungguh luar biasa,” tambanya.

Hingga kini, sanggar tersebut terus berjalan dan di handle oleh orang-orang difabel yang dulunya menjadi murid Saputri. Ketika Sapturi disibukan oleh aktivitas manggung, berjualan dan syuting, pengajaran di sanggar tetap bisa berjalan.

“Awalnya, saya tidak ingin mengekspos sanggar difabel ini karena Tuhan yang mendatangkan mereka sendiri ke saya. Lalu sanggar terus berkembang hingga beberapa murid saya ikut kontes ke Amerika dan Thailand serta berbagai perlombaan fesyen di luar negeri. Sejak saat itulah, sanggar difabel ini mulai diliput oleh beberapa media,” ucapnya.

Baca juga: Kisah Martoyo, Sukses Jalankan Amanat Sultan Untuk Kembangkan Kuliner Lokal Lewat Bale Raos

Mendirikan Kafe

Setelah enam tahun sanggar berdiri, anak-anak difabel yang diasuh oleh Saputri mulai beranjak dewasa. Setelah lulus SMA, mereka sulit melanjutkan kuliah dan mendapatkan pekerjaan. Melihat hal itu, Saputri tidak tinggal diam. Ia menjual beberapa asetnya dan mendirikan kafe untuk dikelola oleh mereka. 

“Saya jual tiga motor dan beberapa perhiasan. Lalu saya beli produk kopi franchise agar anak-anak saya dilatih oleh mereka. Kemudian saya desain lokasi kafe menjadi kekinian,” ucap Saputri. 

Ide Saputri pun berhasil. Hingga saat ini, cafe yang ia beri nama “Difabel cafe” pun masih eksis berdiri melayani pelanggannya. Konsep difabel kafe mirip dengan coffee shop biasanya. Namun, cafe tersebut juga menyajikan makanan ala angkringan seperti gorengan, nasi goreng, atau nasi kucing.

“Kafe ini berawal dari anak-anak asuh saya yang udah pada gede tapi sulit cari kerja atau kuliah. Lalu saya desain teras dan halaman rumah saya jadi kafe. Yah, kita-kira kafe ini sudah ada sejak Juli 2018, yah, memang saat itu lagi booming kopi-kopian,” ungkap Saputri.

Kafe tersebut berdiri dengan konsep makan dan minum sepuasnya namun bayar seikhlasnya. Jadi, nantinya terdapat kotak khusus untuk membayar. Ketika kota telah penuh, Saputri dan anak-anaknya akan menghitung jumlah uang di dalamnya dan menggunakan uang tersebut untuk biaya operasional sanggar.

“Saya kepikiran, kan, biar anak-anak saya mudah saat bekerja, saya bikin saja konsep makan minum sepuasnya namun bayar seikhlasnya,” ucap dia.

kafe difabel

Berbagai tantangan

Saat ini sekitar 86 orang difabel telah menjadi anak asuh Saputri. Semua anak asuhnya tersebut berasal dari berbagai daerah. Untuk membina mereka, Saputri juga dibantu oleh instruktur khusus, yang dulu juga menjadi bagian dari sanggar difabel.

“Instruktur kita campuran, ada yang normal dan ada yang difabel. Mereka semua saya siapkan rumah khusus, istilahnya rumah singgah,” ungkapnya.

Meski demikian, bukan hal yang mudah bagi Saputri untuk merawat anak-anak difabel. Ia sempat mendapat pertentangan dari pihak keluarganya.

“Saya terus jalan aja. Saya bilang ke mereka saya tidak bisa memilih antara pelayanan dan keluarga, Jangan buat saya memilih. Yah, sampai sekarang emang masih ada semacam miss komunikasi, tapi itu bukan halangan,” ucapnya.

Saputri berharap agar anak-anak difabel yang diasuhnya bisa hidup dengan baik dan layak, serta mampu memaksimalkan bakat dan talenta mereka.

“Saat ini memang belum ada donatur tetap. Bantuan yang ada masih bersifat swadaya namun mereka masih bisa hidup dengan layak. Saya hanya berharap sanggar ini bisa punya tempat lebih luas dan bisa mengaku lebih banyak difabel agar mereka bisa hidup dengan percaya diri,” ucapnya.

Baca juga: Kisah Pemilik Catering Nirbaya, Dari Jual Kain Hingga Sukses Bisnis Kuliner

Mendirikan Sekolah Difabel

Saat ini, Saputri juga tengah membangun “Difabel Schooling” untuk mewadahi anak-anak difabel yang ingin melanjutkan pendidikannya. Difabel School telah diresmikan oleh pemerintah sejak 2021.

“Sekolah ini sudah mendapat lisensi kalau kedudukannya sama dengan SLB (Sekolah Luar Biasa). SLB itu digunakan untuk mendidik anak-ank difabel secara formal dan tentunya untuk anak dengan tingkat kecacatan yang kurang parah. Namun, Difabel Schooling ini khusus untuk anak dengan tingkat kecacatannya yang parah,” ucapnya.

“Yang dibutuhkan anak-anak di Difabel Schooling itu gurunya datang ke dia. Mereka membutuhkan support secara mental agar punya semangat hidup,” ucapnya.

Difabel schooling telah membuat satu kelas yang telah dilengkapi dengan guru dan instruktur. Untuk mendapatkan ijazah, siswa di difabel Schooling bisa mendapatkannya dari Pusat Kegiatan Belajar masyarakat (PKBM), yang setara dengan kejar Paket A atau Paket B.

“Ini sebuah terobosan di dunia pendidikan bahwa anak difabel nggak mesi sekolah di SLB,” tambahnya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.