SOLO, BERNAS.ID – Pementasan Sudamala: Dari Epilog Calonarang kolaborasi ‘Satu dalam Cita’ yang dipersembahkan Titimangsa, Katadata dan Pura Mangkunegaran sukses digelar di Pura Mangkunegaran Solo, Jumat 23 Juni 2023. Ini merupakan pertunjukan khusus sebelum digelar untuk umum pada 24 dan 25 Juni 2023.
Sudamala: Dari Epilog Calonarang di Solo merupakan kelanjutan pementasan serupa yang sebelumnya digelar di Jakarta tahun 2022. Pementasan yang total melibatkan 402 orang ini menceritakan kisah Walu Nateng Dirah, seorang perempuan yang memiliki kekuatan dan ilmu yang luar biasa besar serta ditakuti banyak orang termasuk membuat resah raja yang berkuasa saat itu, Airlangga.
Hal ini pula yang menyebabkan tak banyak pemuda yang berani mendekati putri semata wayangnya, yang bernama Ratna Manggali. Walu Nateng Dirah sangat kecewa dan mengekspresikan kepedihannya dengan menebar berbagai wabah. Luka hatinya itu akhirnya sementara terobati, setelah Ratna Manggali menikah dengan Mpu Bahula.
Baca juga: Umat Hindu Baru Saja Gelar Ritual Tumpek Landep
Kehidupan pernikahan ini ternyata dicederai Mpu Bahula. Ia yang ternyata adalah utusan pendeta kepercayaan Raja Airlangga, mengambil pustaka sakti milik Walu Nateng Dirah yang akhirnya jatuh ke tangan Mpu Bharada. Walu Nateng Dirah kecewa dan murka, kemurkaan nya lalu menimbulkan wabah yang menyengsarakan banyak orang.
Setelah Mpu Bharada mengenali ilmu yang dimiliki Walu Nateng Dirah, Ia lantas menantang Walu Nateng Dirah untuk beradu ilmu, agar dapat menuntaskan bencana dan wabah yang melanda.
Siapakah yang menang dalam pertarungan ini? Apakah Walu Nateng Dirah, seorang perempuan sakti yang kecewa? Ataukah Mpu Bharada, seorang brahmana suci, pendeta kesayangan Raja Airlangga?
Jro Mangku Serongga selalu sutradara pementasan mengutarakan, Sudamala berasal dari kata Suda yang berarti bersih dan Mala berarti kotor. Sudamala merupakan perjalanan untuk mencari pembersihan diri dan jiwa.
“Pementasan Sudamala mengusung pondasi dasar yang harus dimiliki para penokohannya. Seniman penampil perlu menghayati rupa, raga, irama serta rasa agar setiap penokohan memiliki karakter serta penjiwaan dengan harapan penonton dapat mengambil pesan ada dualisme dalam kehidupan, yakni baik dan buruk,” ujarnya sebelum pementasan.
Baca juga: Almarhumah Hariani Santiko Dapat Penghargaan Sang Hyang Kamahayanikan Award 2022
Menurutnya, pementasan Sudamala: Dari Epilog Calonarang ini menampilkan dua tokoh sentral yaitu Walu Nateng Dirah (Calonarang) dan Mpu Bharada.
Keduanya sebagai simbol dualisme yang esensinya pada pertunjukan ini sebagai upaya penyelarasan atau harmonisasi sehingga akan muncul keharmonisan.
Dalam konteks musikal, iringan karya Sudamala: Dari Epilog Calonarang sengaja digarap baru, tetapi masih memakai elemen-elemen tradisional yang melekat pada iringan Calonarang pada umumnya.
“Konsep musikalnya merujuk kepada konsep musik Neo-Traditional (tradisional baru) membuat iringan dengan struktur dan pola garap baru, dan secara bersamaan berusaha mempertahankan elemen-elemen dan karakteristik tradisi dari Calonarang itu sendiri,” ujar I Wayan Sudirana, selaku Penata Musik Sudamala: Dari Epilog Calonarang.
Menurutnya, versi asli Sudamala memiliki durasi antara 4-9 jam. Namun dalam pertunjukan kali ini, pihaknya harus memangkas menjadi maksimal dua jam, dengan tidak menghilangkan orisinalitasnya. (den)