Berita Nasional Terpercaya

Kecelakaan yang Dialami Setya Novanto Terindikasi Malingering. Berikut 3 Alasan Tersangka Kasus Korupsi Melakukan Malingering

0

Bernas.id – Belakangan ini jagad media, termasuk media online diramaikan dengan pemberitaan mengenai Setnov, yang ditetapkan kembali sebagai tersangka kasus mega proyek e-ktp oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Pemilik nama lengkap Drs. Setya Novanto, Ak., ini adalah politikus asal Jawa Barat sebagai Ketua Umum Golkar periode 2016-2019, sekaligus menjabat ketua DPR RI.

Yang menjadi geger adalah sang ketua umum partai dengan lambang pohon beringin ini, sempat dikabarkan menghilang, ketika tim dari KPK menyambangi kediamannya di jalan Wijaya XIII Kebayoran Baru Jakarta Selatan, pada rabu malam tanggal 15 November 2017 lalu. Raibnya Setya Novanto sempat menjadi trendingtopic dengan tagar #IndonesiaMencariPapah.

Kemudian publik kembali dibuat heboh dengan pemberitaan bahwa Setya Novanto mengalami kecelakaan di jalan permata hijau Jakarta Selatan. Mobil Toyota Fortuner yang ditumpanginya menabrak tiang listrik. Kecelakaan itu terjadi sehari kemudian, yaitu pada kamis tanggal 16 November 2017. Meskipun Fredrich Yunadi selaku pengacara Setnov memberikan pernyataan mengenai keadaan kliennya, yang mengalami luka cukup serius di kepala, sampai benjol sebesar bakpao, namun rupanya masyarakat memandang sinis atas kejadian ini.

Seperti dilansir dari stasiun televisi nasional maupun media online, masyarakat justru mengindikasi bahwa kejadian ini hanya pura-pura atau disebut dengan istilah malingering. Apalagi Setya Novanto diketahui pernah lolos dari status tersangka KPK atas dugaan kasus yang sama, melalui pra-peradilan yang dimenangkannya.

Lantas apa sebenarnya yang menjadi alasan tersangka kasus korupsi melakukan tindakan malingering atau berpura-pura sakit. Berikut ulasannya!

1. Mengulur Waktu

Tindakan malingering atau pura-pura sakit dianggap cara ampuh untuk menghindari kasus hukum yang sedang membelit. Apalagi si tersangka mengambil langkah pra-peradilan, maka malingering dapat mengulur waktu agar tersangka lolos dari jeratan penahanan pihak berwajib.

2. Stres

Stres, kaget dan depresi menjadi alasan lain seorang tersangka korupsi kerap melakukan malingering. Dirinya belum siap dan tidak pernah membayangkan bahwa akan terkena kasus hukum. Apalagi harus membayangkan dijebloskan ke penjara sebagai pesakitan. Belum lagi jabatan sebagai public figure yang pasti akan menurunkan reputasinya ke level paling dasar.

Bukan hanya kecelakaan yang menimpa Setya Novanto saja yang ditengarai malingering. Namun banyak kasus-kasus sebelumnya yang kita lihat di televisi atau baca di media. Para tersangka tiba-tiba jatuh sakit dan masuk rumah sakit ketika ditetapkan sebagai tersangka.

3. Mengharapkan Rasa Iba

Malingering juga dilakukan untuk mengundang rasa iba masyarakat luas. Agar public merasa kasihan dan prihatin atas kasusnya. Tapi, sebenarnya tindakan malingering justru kontra produktif, bukannya rasa iba yang didapat justru sebaliknya. Public malah semakin unrespect kepada para pelakunya, sinis, kecewa bahkan marah. Lihat saja kasus Ketua Umum Golkar ini. Kecelakaan yang menimpanya justru mengundang reaksi negatif dari masyarakat. Media sosial dibanjiri berbagai meme yang berisi kritikan dan bernada satire. Belum lagi sindiran masyarakat yang justru mengirimi karangan bunga dilokasi kejadian, atau meramaikan jagat twitter dengan tagar #savetianglistrik, yang membuat tiang listrik begitu cepat populer bahkan dijadikan tempat berswafoto.

Nah, itulah tiga alasan mengapa tersangka kasus korupsi kerap melakukan aksi malingering. Namun, sejatinya sebagai warga negara terlebih lagi public figure, harus tunduk dan patuh pada hukum yang berlaku. Dan, memiliki jiwa patriot, berani menjalani kasus hukum yang sedang menjeratnya. Jika memang tidak bersalah, mengapa harus takut? Buktikan saja!

Leave A Reply

Your email address will not be published.