Berita Nasional Terpercaya

Bisnis Social Relationship Dilandasi Mutu Tinggi dan Informasi Relevan

0

PERUSAHAAN merupakan organisasi yang menyediakan dan menjual produk (barang atau jasa) yang memuaskan kebutuhan pelanggan untuk memperoleh keuntungan (Ebert dan Griffin 2017). Dalam konteks demikian pelanggan memiliki kebebasan memilih barang atau jasa yang akan dibeli yang diharapkan memuaskan kebutuhannya. Di pihak lain organisasi bisnis berupaya menciptakan, menyediakan dan memotivasi pelanggan untuk membuat keputusan melakukan pembelian.   

Hingga saat ini, masih banyak perusahaan di Indonesia yang berbisnis dengan orientasi produk. Para pelaku bisnis mengutamakan membangun produk terlebih dahulu, kemudian mencari konsumen (pelanggan) untuk produk tersebut. Aktivitas komunikasi dengan pelanggan juga masih dilakukan secara konvensional. Orientasi produk lebih cenderung berpendapat bahwa konsumen harus mengikuti kemauan perusahaan, termasuk tentang produk yang dibutuhkan (www.marketing.co.id.10/XVII/Oktober 2017).

Lingkungan eksternal telah berubah, antara lain ditandai dengan terciptanya perdagangan bebas yang memerlukan kecepatan, ketepatan dan efektivitas dalam menjalankan bisnisnya. Hubungan baik dengan pelanggan merupakan faktor penentu dalam kegiatan pemasaran (Iman, dkk 2015). Meskipun pemasaran lebih sering memfokuskan pada terjadinya transaksi pembelian, perusahaan memerlukan perspektif jangka panjang yakni hubungan dengan pelanggan. Jadi Relationship Marketing merupakan sebuah strategi pemasaran yang menekankan membangun hubungan kekal dengan pelanggan dan pemasok (Ebert dan Griffin 2017).

Hubungan yang lebih kuat, termasuk hubungan ekonomi dan ikatan sosial, dapat menghasilkan kepuasan jangka panjang yang lebih besar, loyalitas dan retensi pelanggan. Pemasaran mendatang terus mengalami perubahan. Hal tersebut ditunjang kegiatan pengembangan sektor teknologi. Cara berkomunikasi dalam pemasaran berubah secara signifikan. Pada tahap awal komunikasi pemasaran secara person-to-person hingga terjadinya word-of-mouth saat ini diarahkan pada computer mediated communication dengan new wave technology, yakni komunikasi berbasis teknologi yang  memberikan kemudahan penggunanya untuk mengekspresikan diri dan berkolaborasi dengan pengguna lainnya (Iman, dkk 2015).

Filosofi ini merupakan dasar terbentuknya media sosial. Media sosial merupakan seperangkat aplikasi berbasis pada jaringan internet yang didasari oleh Web 2.0 (Kaplan dan Haenlein, 2010). Menurut Olmsted (2013) media sosial memiliki lima karakteristik, yakni (1) Participation, (2) Opennes, (3) Conversation, (4) Community dan (5) Connectedness. Kondisi masyarakat kini mengarah pada komunikasi horizontal, bersifat sosial dan memakai media sosial telah menyebabkan konsep pemasaran mengalami perubahan. Di Indonesia, media sosial telah dipakai sebagai alat untuk memasarkan produk, maka era Pemasaran Media Sosial sudah dimulai.

Sebelum era Media Sosial untuk membeli barang mulai dari tahapan kesadaran (awareness) adanya kebutuhan, mencari/mengumpulkan informasi (attitude) untuk mencari alternatif pilihan, lalu membuat keputusan membeli barang (act), dan jika puas maka akan membeli lagi (act again) lebih banyak dilakukan antara pelanggan dengan perusahaan. Kesadaran akan kebutuhan, selain dipengaruhi  oleh pelanggan sendiri, juga oleh perusahaan.

Pengumpulan  informasi atas sejumlah pilihan produk dilakukan oleh pelanggan guna membuat keputusan untuk membeli berdasar sejumlah kriteria. Pada tahap ini pelanggan aktif, sementara perusahaan bisa aktif maupun pasif. Keputusan membeli dilakukan oleh pelanggan dengan memilih alternatif terbaik. Keputusan ini selanjutnya menciptakan proses jual beli antara pelanggan (pembeli) dengan perusahaan (penjual). Setelah transaksi pembelian dilakukan, pelanggan membuat evaluasi atas kinerja produk dengan hasil sangat memuaskan, memuaskan dan tidak memuaskan. Dari uraian proses jual-beli ini,  ada dua pihak yang terlibat aktif yakni pembeli dan penjual, ini merupakan pola bisnis transactional relationship.  

Pada era Media Sosial dan seterusnya, perusahaan  mulai kehilangan kendali atas konsumen dan pasarnya (www.marketing.co.id.10/XVII/Oktober 2017). Jika perusahaan memilih untuk tidak bermain dalam media sosial, maka tidak bisa mencegah isu atau komentar negatif yang disebarkan oleh pelanggan lewat berbagai media sosial, maka tidak ada pilihan lain selain memakai media sosial.

Sesuai dengan karakter media sosial, dalam menentukan strategi pemasaran, perusahaan perlu mengakomodir (1) adanya partisipasi dari pelanggan, inter dan antar komunitas pelanggan dalam komunikasi, (2) komunikasi di antara para pihak bersifat terbuka dalam arti tidak melalui Gatekeeper, (3) komunikasi bersifat langsung layaknya sebuah percakapan, (4) komunikasi melibatkan banyak pihak yakni komunitas, dan (5) komunikasi terhubung antar media sosial.

Pemilihan media sosial untuk mengkomunikasikan merek antara lain: Facebook Fan Page, Facebook Group, Twitter, Instagram, Youtube. Facebook Fan Page yang berfungsi sebagai sarana untuk berpromosi, sedangkan Facebook Group merupakan forum bagi komunitas yang memiliki kesamaan minat.  Twitter merupakan mikroblogging, fleksible, hotnews, interkatif.  Instagram interaktif, authoshare, efektif karena bentuknya visual, sedangkan Youtube berbagi video, dan juga share ke media sosial lain.

Keberadaan media sosial telah mengubah hubungan dari dua pihak antara pelanggan dan perusahaan menjadi perusahaan dengan pelanggan dan intra-antar komunitas pelanggan. Kompleksitas komunikasi dalam pengambilan keputusan  mensyaratkan perusahaan memfokuskan pada informasi yang relevan dan kualitas produk yang tinggi bagi pelanggan.

Informasi Relevan

Tahap pencarian informasi dalam pengambilan keputusan pembelian merupakan poin krusial bagi perusahaan. Informasi tidak hanya berasal dari satu sumber tetapi dari banyak sumber dan berbagai media sosial yang saling terhubung. Informasi yang diperoleh pelanggan dari intra-inter komunitasnya merupakan tools untuk memutuskan apakah akan membeli atau tidak. Informasi yang relevan bagi pelanggan yang dicermati, dan dipakai untuk membuat keputusan.

Informasi yang relevan antara lain untuk barang meliputi: harga, produk dan spesifikasinya, saluran distribusi dimana pelanggan dapat memperoleh produk dan promosi yang dilakukan. Informasi tersebut ditampilkan dalam berbagai media sosial dengan tampilan yang eye-catching, dan dengan kontent lengkap yang dilandasi kejujuran guna  menciptakan kepercayaan pelanggan.

Mutu Tinggi

Produk berkualtas sesuai yang dijanjikan merupakan harapan pelanggan. Apabila produk yang disampaikan berkualitas lebih rendah maka pelanggan tidak puas,  menimbulkan persepsi negatif dsn ketidak-percayaan kepada perusahaan. Situasi tersebut akan disampaikan dalam bentuk informasi kepada intra dan antar komunitas pelanggan. Bisa diprediksikan apa yang akan terjadi pada merek dan perusahaan tersebut. Kualitas tinggi bermakna minimal sama atau melampaui yang telah dijanjikan, karena akan mengimbulkan persepsi positif.

Persepsi positif juga akan dishare kepada intra dan antar komunitas pelanggan. Perusahaan akan mendapatkan imbalan berupa kepercayaan, pengakuan dan loyalitas serta pangsa pasar yang makin besar porsinya. Kehadiran media sosial telah mampu mengubah cara berbisnis dari antara dua pihak menjadi banyak pihak, memberikan benefit/manfaat tapi juga menimbulkan risiko dan ancaman. (Any Agus Kana, Dosen STIM YKPN Yogyakarta)

 

 

 

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.