Berita Nasional Terpercaya

Mbah Tembo Pengintai Gunung Merapi dari RAPI DIY

0

SLEMAN, BERNAS.ID –  Suatu malam di bulan Januari 2021, saat kondisi sebagian masyarakat Yogya dan Jawa Tengah terfokus pada perkembangan kondisi Gunung Merapi, terdengar suara lantang melalui berbagai perangkat radio komunikasi,

?Titik api mulai terlihat di puncak Merapi. Lava pijar mulai meluncur  deras ke bawah. Waspada bagi yang di sekitar Merapi,? kata seorang lelaki dari sebuah POS Siaga Merapi di Jalan Kaliurang km 19 Sleman, sambil memegang mic yang langsung terpancar melalui radio komunikasi, mengabarkan secara langsung didengar oleh masyarakat Yogya dan Jawa Tengah.

?Ternyata erupsi, juga tampak awan panas meluncur dari puncak ke bawah dengan cepat,? kata lelaki itu kembali, mengabarkan melalui radio komunikasi  pada frekuensi 142.024 Mhz. Frekuensi dari RAPI, Radio Antar Penduduk Indonesia, Daerah Istimewa Yogyakarta yang memberikan kesempatan pandangan mata, langsung dari aktifitas Gunung Merapi dari detik ke detik.

Dialah Mbah Tembo, nama yang cukup akrab di kalangan pendaki gunung juga  mahasiswa pecinta alam yang rajin menyambangi Gunung Merapi. Rambutnya yang sudah beruban, jalannya yang sudah mulai berlahan, tidak menyurutkan semangatnya mengintai merapi dari kejauhan. Pria kelahiran tahun 1953 ini masih mencintai alam Gunung Merapi. Dalam memberikan pandangan mata secara langsung dari pegerakan puncak Gunung Merapi, Tembo sering berkolaborasi dengan Mbah Gondrong dan Mbah Nuri yang berada di Gardu Pandang Gunung Merapi, keduanya juga bagian dari anggota RAPI DIY.

Tembo, anggota RAPI dengan callsign JZ12OLA, dengan nama asli Sutarjo, sosok lelaki yang dibesarkan di wilayah Sleman, mengenal dekat Gunung Merapi sejak tahun 1973. Dari kebiasaan menyambangi  Gunung Merapi, semakin dekat dengan Mbah Argo, juru kunci Gunung Merapi saat itu. Mbah Argo inilah ayah dari Maridjan, yang akhirnya pada tahun 2000an dikenal dengan Mbah Maridjan. 

?Tahun 1975 saya mulai mengenal dekat perilaku Gunung Merapi dari Mbah Argo. Mulai dari karakter dan aktifitas gunungnya, juga sisi mistis dan mitos masyarakat sekelilingnya. Juga saya belajar dari Kang Maridjan, anak Mbah Argo,? jelas Tembo sambil duduk di POSGAB Siaga Merapi RAPI Sleman Jalan Kaliurang km 17 Sleman, Selasa 2 Februari 2021, ditemani anggota RAPI  lainnya, termasuk Wisnu Sanjaya,  Ketua Dua RAPI DIY juga Denny Dandung Hartono, JARKOM RAPI DIY.

Tembo, suara lantangnya rajin  terdengar sekitar 1 bulan terakhir ini, mengabarkan kondisi Gunung Merapi melalui frekuensi RAPI DIY. Dia lupakan deraan kantuknya, meninggalkan keluarganya menuju Pos Gabungan RAPI wilayah Kabupaten Sleman, di komplek Rumah Sakit  Ghrasia Sleman. Juga terkadang harus menempuh jalan menanjak menuju POS Siaga Merapi  RAPI lokal Sleman Utara yang berada di Jalan Kaliurang km 19, Sleman.

Untuk mempertajam instingnya, Tembo sesekali menapaki kembali ke Desa Kinahrejo, Sleman,  dimana juru kunci Gunung Merapi saat ini, Pak Asih tinggal bersama keluarga, mewarisi dari tugas Alhamarhum Mbah Maridjan. Tembo masih sering berdikusi dengan Juru Kunci Gunung Merapi, sebagai bentuk upaya saling memahami kondisi terkini, diskusi dengan pihak terkait yang satu misi dalam rangka siaga akfitias Gunung Merapi.

?Kondisi Gunung Merapi tahun 1973, sungguh berbeda dengan saat ini. Dulu hutan belantara masih menyelimuti gunung. Bahkan binatang buas  masih banyak ditemui. Namun saat ini sudah sulit menemui binatang buas, yang kadang bagi masyarakat sekitar dijadikan pertanda Gunung Merapi mau meletus, sehingga memang alamnya sudah berbeda? jelas Tembo.

Kawasan Gunung Merapi, menjadi daya tarik tersendiri bagi Tembo. Meski hujan deras, udara dingin menusuk tulangnya, namun Tembo masih sempat mengabarkan melalui radio komunikasi. Sesekali menggunakan perangkat handy talkie, kadang menggunakan perangkat yang lebih kuat pancarannya. Namun, Tembo tetap pada frekuensi yang sama, melalui frekuensi RAPI DIY, dalam mengabarkan perkembangan Gunung Merapi, terutama pada malam dan dini hari.

?Saya tertarik menjadi anggota RAPI sudah sejak lama, karena menyadari untuk menggunakan frekuensi menggunakan radio, itu harus berizin dan ada etikanya,? tegas Tembo. Menurutnya, dukungan dari anggota RAPI adalah penguat semangatnya saat ini. Dipundaknya dirasakan masih ada beban moral, sehingga berkoordinasi dengan para relawan dan petugas di lingkar Gunung Merapi menjadi aktifitas sehari-hari saat Gunung Merapi status Siaga seperti ini.

Puluhan tahun telah digunakan Tembo untuk mejelajah alam Gunung Merapi, bahkan  turut serta dalam berbagai kegiatan bersama relawan dalam peristiwa pendaki hilang, pendaki kecelakaan di alam. Semua dilakukan, bagian dari pengabdian. Kenangan letusan Gunung Merapi dari tahun ke tahun masih melekat kuat dalam ingatannya. Juga banyak kenangan bersama Almarhum Mbah Maridjan, bahkan pesan-pesannya masih dingat Tembo, karena memahami Gunung Merapi bukan sekedar tentang ilmu ilmiahnya, tetapi ikatan sosial dan emosional masyarakat sekitarnya.

Tembo sadar, langkahnya mengakrabi kondisi Gunung Merapi ini belum tentu menghasilkan pendapatan untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga, namun setidaknya bangga bisa mengabdi kepada masyarakat Yogya dan sekitarnya untuk siap menghadapi Gunung Merapi. Cara berpikirnya sederhana, yaitu khabarkan yang dilihat, persiapkan segala resiko yang terjadi. Sambil tertunduk Tembo berpesan ?Saya cukup dekat dan mengenal Almarhum Kang Maridjan, banyak pesannya yang saya ingat, sehingga ini mempengaruhi pemahaman saya saat ini, untuk menjadi manusia bermanfaat dari kondisi Gunung Merapi?. (Iswara JZ12FYS)

Leave A Reply

Your email address will not be published.