Berita Nasional Terpercaya

Pembahasan Cara Atasi Radikalisme dan Terorisme

0

YOGYA, BERNAS.ID? DPRD DIY menggelar forum diskusi Pencegahan dan Penegakan Hukum Atasi Radikalisme dan Terorisme, Kamis (25/7/2019). Berbagai tokoh mengemukakan pendapat untuk mencegah dan menanggulangi terorisme maupun radikalisme.

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto mengatakan, terkait isu yang dibahas, yang harus dilakukan Pemda DIY adalah terus melakukan pendidikan Pancasila pada masyarakat. PNS juga harus ditatar Pancasila, supaya tidak ada yang terpapar radikalisme dan ekstrimisme.

“Literasi media sosial juga harus dilakukan supaya masyarakat tidak mudah percaya hoax,” ujarnya.

Ia meneruskan, Pemerintah DIY saat ini tercatat memiliki Satuan Perlindungan Masyarakat (Sat Linmas) sejumlah 30.858 orang personel. Meski kewenangannya terbatas, di bawah kendali Satuan Tugas Polisi Pamong Praja (Satpol) PP, mereka sebenarnya bisa digerakkan untuk melakukan deteksi dini terhadap munculnya gerakan-gerakan radikalisme maupun terorisme.

?Ini yang sedang coba dikoordinasikan dengan TNI dan Polri. Tinggal menunggu alokasi anggaran dari Pemda DIY untuk itu,” kata Eko.

Ketua Umum Majelis Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta MUI DIY KH Thoha Abdurrahman dalam kesempatan ini mengaku setuju dengan program pendidikan Pancasila di DIY. Menurutnya, pendidikan Pancasila harus digalakkan di sekolah-sekolah, seperti di era Orde Baru.

“DPRD bisa ikut membuat perda pelaksanaan Pancasila di DIY, tidak perlu ikut yang lain,” ujarnya.

Pembicara lain, Rektor UIN Sunan Kalijaga Yudian Wahyudi menjelaskan, dirinya selama ini terus berusaha membela Pancasila dari ancaman muslim yang memakai argumen keislaman. Yang harus “diperbaiki” menurutnya adalah mayoritas, atau kalangan muslim.

Sejarah kekerasan dalam Islam, berdasarkan desertasi yang ditulisnya, menurutnya berasal dari gerakan orang Saudi Arabia yang menyerukan kembali pada Al Qur'an dan hadis. Ini dimulai 26 tahun sesudah nabi meninggal, di mana semua yang “berbeda”, walaupun yang muslim juga, lantas dianggap bid'ah.

“Mohon maaf ini belum populer di kalangan umat Islam,” ujarnya.

Ia menjelaskan, Qur'an sebenarnya tidak pernah menyebut kata khilafah. Yang ada adalah khalifah, yang artinya kurang lebih adalah pemimpin.

“Menurut Surah Al-Baqarah, agama bukan merupakan syarat dari khalifah,” ujarnya.

Terkait khilafah, menurutnya khilafah terakhir di Turki sudah dibubarkan tahun 1924, karena ketinggalan zaman. Dan kini menurutnya tidak tepat didirikan khilafah baru, termasuk di Indonesia.

“Karena melawan negara dimanapun tidak boleh,” tegasnya.

Pada diskusi tersebut hadir perwakilan kepala sekolah SMA dan SMK, Pusat Studi Pancasila dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta, ketua-ketua OSIS dari SMA/SMK, beberapa ketua Karang Taruna maupun perwakilan Satlinmas.

Diskusi tersebut juga dijadikan bahan Komisi A DPRD DIY untuk menyusun anggaran di tahun angaran 2020. (den)

Leave A Reply

Your email address will not be published.