Berita Nasional Terpercaya

?Mat Kodak? Kais Rupiah dari Acara ke Acara

0

OBAH, mamah. Demikian pepatah yang populer di kalangan masyarakat Jawa. Maknanya, setiap orang yang mau obah (bekerja) pasti bisa mamah (mengunyah/makan), dapat rezeki.

Prinsip itu dipegang Lasa, fotografer langsung jadi yang mesti rajin mendatangi acara satu ke acara yang lain untuk mendapat rezeki. Berlomba dengan waktu agar foto bisa siap sebelum acara bubar.

“Bagaimana bisa menemukan orang yang saya foto di antara ratusan orang, itu tidak gampang. Apalagi kalau menggunakan pakaian seragam, sulit dibedakan,” kata Bendahara Persatuan Fotografer Yogyakarta (PFY) dalam perbincangan dengan HarianBernas.com di halaman Balaikota Yogyakarta, baru-baru ini.

Misalnya acara manasik haji yang sseluruh pesertanya memakai baju ihram. Semua hampir sama, sehingga perlu kejelian tersendiri. Selain mengingat-ingat betul orang yang difoto, juga harus tahu lokasi parkir kendaraannya. Jika kewalahan, sesama fotografer harus saling membantu.

Menurutnya, bekerja di lapangan tidak bisa sendirian. Harus ada partner. Satu orang bertugas memotret, yang lainnya melarikan MMC ke tempat cetak foto digital. PFY sudah punya kerjasama dengan beberapa tempat cetak digital. Sehingga order Lasa dan teman-temannya selalu jadi prioritas segera digarap. Fotografer perlu cepat, tempat cetak digital senang dapat banyak order dari para Mat Kodak (tukang foto).

Lasa membenarkan, tidak semua foto laku dijual.  Ada yang menolak membeli. Mungkin juga ada orang yang dia jepret lebih dari sekali, tetapi orang itu hanya mau membeli satu foto. Bisa juga tidak ketemu orangnya.

?Tetapi bisa laku 20 persen saja sudah untung. Selebihnya itu adalah rezeki Allah yang harus selalu disyukuri,? tutur warga Jogja itu.

Foto-foto tersebut pertama ditawarkan dengan harga Rp 20.000. Ada yang langsung membayar, ada juga yang menawar. Paling tidak, dijual Rp 10.000. PFY sepakat, meski tamu-tamu segera pulang, mereka tidak akan menekan harga di bawah standar, agar harga tidak hancur di belakang hari.

Lalu yang tidak laku dikemanakan? “Dijual kiloan. Satu kilogramnya Rp 500, isinya bisa puluhan lembar,” katanya.

Sangat jauh dari biaya cetak. Tetapi itu sudah diperhitungkan sebagai risiko. Biasanya sudah tertutup oleh penjualan. Nyatanya pekerjaan ini bisa dipakai untuk sandaran hidup. Istrinya ibu rumah tangga sehingga Lasa menghidupi keluarga dengan dua anak, hanya dari foto ini.

Kerja keras

Dulu, sebelum mandiri tahun 2001, Lasa bekerja pada sebuah usaha foto semacam. Setelah tahu teknik dan lika-likunya, dia mencoba mandiri. Bermodal kamera second hand merk Nikon D 40 seharga Rp 2,4 juta, Lasa mencoba keberuntungan.

Bersyukur Allah menganugerahkan rezeki sehingga bisa menjadi sandaran hidup. Dan kameranya pun hingga kini belum pernah ganti. Tetapi jangan dipandang kerja ini enteng. Untuk acara wisuda di kampus-kampus, Lasa dan teman-temannya sudah siap sejak pukul 05.00. Untuk acara malam, pulangnya kadang sampai dinihari.

Ada berbagai etika yang harus dipatuhi anggota PFY. Yakni tidak boleh memaksa, baik waktu memotret maupun saat menjual hasil fotonya. Kalau memang tidak mau dipotret atau tidak mau membeli, ya sudah. Itu bagian dari resiko. Tidak boleh memaksa.

Selain itu mereka juga menghindari acara-acara resepsi pernikahan. Berbeda dengan Solo dan Semarang, Jawa Tengah yang memanfaatkan event itu. Etika itu harus dipegang teguh, mengingat pekerjaan ini akan berlanjut dan kalau bisa menjadi sandaran hidup.

Dari mana mereka tahu ada acara-acara sehingga para fotografer selalu muncul di sana? Menurut Lasa, untuk wisuda dan even-even tertentu jauh-jauh hari sudah terjadwal. Mereka akan senang kalau yang dipotret bisa tersenyum pulang membawa foto kenangan.

PFY kini beranggotakan 140 fotografer. Secara rutin mereka berkumpul, mengadakan arisan dan menjalin persahabatan. Agar dalam mencari rezeki mereka tidak saling bersaing yang tidak sehat, yang akibatnya justru saling merugikan. Tetapi bagaimana bisa bekerjasama sehingga saling menguntungkan.

Di dekat HarianBernas.com wawancara dengan Lasa, ada seorang fotografer menenteng foto, mencegat seorang pria dengan anak kecilnya. Foto berukuran 10 R itu pun berpindah tangan. Harga Rp 20.000 langsung dibayar.

“Ini rezeki kami, tanpa menawar langsung dibayar,” katanya sambil tersenyum.

Leave A Reply

Your email address will not be published.