Berita Nasional Terpercaya

Komoditi Bambu Memiliki Nilai Ekonomi Tinggi Jika Diolah

0

SLEMAN, BERNAS.ID- Bambu memiliki potensi untuk dikembangkan di wilayah Asia Tenggara apalagi bambu memiliki nilai tambah hingga berpuluh-puluh kali lipat jika diolah menjadi bentuk yang lebih menarik.

Instiper Yogyakarta dipercaya melaksanakan Training of Trainers Bamboo Village Sustainable Landscape. Kegiatan ToT Bamboo Village Sustainable Landscape merupakan salah satu kegiatan yang didanai Program Talent oleh CIRAD, lembaga penelitian Perancis di bidang pertanian.

Baca Juga Pemda DIY Siapkan Payung Hukum Soal Tarif Ojol

Penyelenggaraan acara ini di Instiper Yogyakarta karena menjadi satu-satunya perguruan tinggi Indonesia yang tergabung menjadi anggota SALSA (Sustainable Agricultural Landscape in Southeast Asia) yang merupakan program dari CIRAD.

Pelatihan bambu ini diikuti peserta dari 3 negara yaitu Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Sebanyak 26 orang peserta yang terdiri dari 18 orang peserta dari Indonesia, 6 orang peserta dari INTROP UPM Malaysia, dan 2 orang peserta dari UPLB Filipina.

Kegiatan ToT Bamboo Village Sustainable Landscape dibuka oleh Rektor INSTIPER Yogtakarta, Dr. Ir. Harsawardana, M.Eng berlokasi di Ruang Auditorium Gedung Perpustakaan.

Rektor Harsawardana menyampaikan apresiasinya karena dapat dipercaya oleh CIRAD untuk menyelenggarakan kegiatan ToT Bamboo Village Sustainable Landscape. “Kegiatan training untuk menata landscape dengan komoditas bambu merupakan inisiasi yang luar biasa. Karena bambu tidak hanya bernilai secara ekonomi namun juga secara ekologi,” tuturnya.

Lanjut tambahnya, untuk menjaga keberlanjutan dan ketersediaan bambu harus diperhatikan secara serius karena saat ini bambu masih dibudidayakan masyarakat secara tradisional. “Dengan adanya training ini semoga akan muncul banyak trainers yang dapat menyelesaikan masalah tersebut,” kata Rektor.

Dr Agus Setyarso selaku Ketua Panitia berkesempatan memberikan laporan pelaksanaan kegiatan pada saat penutupan acara training. “Kami mendesain acara training ini secara serius baik dari materi yang akan disampaikan kepada peserta maupun kompetensi yang akan diperoleh setiap peserta. Lokasi training yang langsung berada di hutan bambu Bulaksalak juga akan memudahkan peserta menyerap materi yang disampaikan tentang keanekaragaman bambu dan hal-hal yang perlu diperhatikan saat akan menginisiasi desa wisata bambu,” ujarnya.

Dengan mendatangkan petani bambu dari Kelompok Bambu Lestari, Agus beeharap peserta dapat melakukan pendalaman melalui indepth interview. “Kemampuan peserta menjadi seorang trainers diuji melalui presentasi hasil diskusi kelompok, presentasi individu, dan microteaching di hari terakhir. Terdapat 15 kompetensi yang diujikan dalam pelatihan ini dan peserta yang mengikuti keseluruhan training ini akan mendapatkan sertifikat peserta 38 jam pelajaran,” ucapnya.

Prof. Khalina selaku Direktur Institute of Tropical Forestry & forest Products (INTROP) Universitas Putra Malaysia memberikan apresiasi kepada Instiper Yogyakarta. “Materi yang disampaikan sangat menarik karena di Malaysia pemanfaatan bambu belum seperti di Indonesia dan juga ahli-ahli pengolahan bambu masih belum banyak. Saat ini saya juga mengajak beberapa staff untuk mengikuti training ini dan mempelajari penyelenggaraan training seperti ini. Harapannya kami dapat nereplikasi acara pelatihan seperti ini untuk bisa diselenggarakan di Malaysia,” tuturnya.

Baca Juga Kepala Dispertaru DIY Jadi Tersangka Kasus Tanah Kas Desa

Kesuksesan penyelenggaraan ToT Bamboo Village Sustainable Landscape batch 1 merupakan keberhasilan untuk seluruh tim penyelenggara dan peserta. Hal ini merupakan bukti Instiper Yogyakarta yang memiliki core competency di bidang perkebunan dan kehutanan mampu menyelenggarakan kegiatan bertaraf internasional.

Pada hari kedua hingga keempat peserta mengikuti training di hutan bambu Bulaksalak. Hutan Bambu Bulaksalak merupakan lahan bekas galian tambang pasir Gunung Merapi. Sejak tahun 1997, lahan bekas tambang tersebut mulai ditanami bambu oleh masyarakat setempat hingga saat ini hampir 1,8 Hektar telah ditanami bambu dan memiliki 35 jenis spesies bambu. Keberadaan hutan bambu Bulaksalak telah mengubah kondisi ekologi di daerah tersebut dari lahan kritis hingga dapat dibudidayakan. Keberadaan bambu di sepanjang sungai yang merupakan hulu Sungai Opak juga telah membuat sungai tersebut tidak mengalami kekeringan meskipun terjadi kemarau panjang.

Materi tentang budidaya bambu, pemanenan bambu, pengawetan bambu dan pengolahan bambu menjadi aneka kerajinan atau dimanfaatkan untuk kontruksi dipelajari para peserta di Hutan Bambu Bulaksalak. (Jat)

Leave A Reply

Your email address will not be published.